Selasa, 13 November 2012

NATAL GBKP KLASIS JAKARTA-BANDUNG TAHUN 2012


Setiap tahun pada bulan Desember semua umat kristiani secara umum menyambut dan merayakan Natal, demikian juga umat kristiani GBKP Klasis Jakarta-Bandung disamping Natal runggun-runggun/Perpulungen, sector, pada tahun 2012 ini akan merayakan Natal 5 tahunan yang dirayakan secara Klasis.

Di dalam Sidang Klasis tgl.23-24 Maret 2012 telah diputuskan perayaan natal GBKP Klasis Jakarta-Bandung akan dilaksanakan pada Hari Sabtu, 8 Desember 2012 dimulai pukul 14.30 s/d 20.00 Wib di Gedung Smesco Jl.Gatot Subroto-Jakarta.

Natal 5 tahunan, mempunyai makna tidak hanya sekedar perayaan sermonial tetapi juga konsolidasi umat dan juga indicator seberapa kuatnya ikatan kekeluargaan sebagai persekutuan orang percaya di wilayah GBKP Klasis Jakarta-Bandung. Sadar atau tidak kehadiran jemaat mengikuti acara ini sudah merupakan kesaksian sebagai terang di tengah-tengah dunia ini. Sebagaimana Terang dapat dilihat, demikian kehadiran jemaat dalam persekutuannya dilihat dunia ini. Oleh karena itu kehadiran jemaat hendaknya tidak ditentukan siapa pengkhotbah, dan siapa yang mengisi acara perayaan, tetapi sebagai bentuk kepatuhan dan solidaritas sebagai tubuh Kristus yang tidak secara kebetukan sebagai jemaat GBKP di wilayah Klasis Jakarta-Bandung.

Memahami hal tersebut, hendaknya setiap runggun/perpulungen menjadikan Natal Klasis, Panitia Natal, demikian juga agar jemaat-jemaat mensuport dalam pendanaan  yang diperkirakan Rp. 440.000.000,- menjadi topic doa syafaat dan kemudian menghimbau anggota jemaat menghadiri natal Klasis ini.

Natal tahun 2012 yang di ketuai Sempakata Purba, sekretaris Karya Gunanta Barus dan bendahara Maimuna Br.Tarigan akan dilayani hamba Tuhan, Pdt.MP Barus (Ketua Umum Moderamen GBKP)  dan dimeriahkan Cot Dogol, Bam’s  Samson, Ramona Purba, Juliana Br.Tarigan dan artis Karo kainnya.//asbrahm.

Rabu, 31 Oktober 2012

Khotbah Markus 12:28-34, Minggu 04 Nopember 2012

INTROITUS : 
Supaya seumur hidupmu engkau dan anak cucumu takut akan Tuhan ,Allahmu, dan berpegang kepada segala ketetapan dan perintahNya yang kusampaikan kepadamu dan supaya lanjut umurmu.Ul.6:2

BACAAN : Ulangan 6 : 1 - 9; KHOTBAH : Markus 12 : 28 - 34

TEMA : 
Mengasihi Tuhan dengan segenap hati

PENDAHULUAN
Seorang anak sekolah minggu bertanya kepada gurunya: Guru, Bahasa apakah yang dipakai Yesus ketika Ia datang kedunia ini? Si Guru yang tidak pernah belajar di Sekolah teologia menjadi bingung. Bahasa Ibranikah??? bahasa Yunanikah??? Atau mungkin bahasa Inggris? Jerman?Belanda? atau Bahasa Roh???
Dengan jujur si Guru sekolah minggu berkata bahwa dia juga tidak tau dan akan menberikan jawabanya minggu depan.
Setelah beberapa hari dalam suatu perenungan yang mendalam di serta dengan pengamatan dalam sikap hidup orang-orang disekitarnya, akhirnya si Guru sekolah minggu menemukan jawabannya.
Bahasa yang dipakai Yesus ketika datang kedunia ini bahkan sampai sekarang adalah bahasa KASIH.

POKOK-POKOK KHOTBAH
(1) Para pemimpin agama Yahudi solah-olah tidak pernah puas menguji Yesus dengan tujuan untuk mendapatkan kesalahan Yesus. Kali ini terjadi persekongkolan antara ahli Taurat dan orang Saduki yang biasa mereka sering berbeda pandangan namun untuk “menyerang” Yesus mereka bersatu. Isu yang mereka angkatkan adalah mengenai perintah yang terutama. Mereka ingin menguji Yesus apakah Ia menghargai hukum Musa.

Yesus memberikan jawaban yang menarik. Walau diminta memberikan satu hukum yang dianggap terbesar, Ia menjawab dua hukum. Mengapa? Karena mengasihi orang lain adalah tindakan yang akan muncul bila orang mengasihi Allah. Kedua hukum ini saling melengkapi. Kita tidak dapat melakukan yang satu tanpa memenuhi yang lain. Hukum itu menyatakan kewajiban manusia kepada Allah dan tanggung jawab kepada sesama.

(2) Selanjutnya Yesus mengatakan: Kasihilah Tuhan Allahmu dengan dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal budimu, dan dengan segenap kekuatanmu. Hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan rupanya merangkum seluruh diri manusia, karena hidup manusia yang berlandaskan kasih ditopang oleh hati, jiwa, akal budi dan juga kekuatan dirinya dalam hidup itu. Itu artinya mencintai Tuhan tidak boleh setengah-setengah.

Pada kenyataannya sekarang seringkali, kasih kepada Tuhan menjadi nomor kesekian. Arus modernisasi dan teknologi yang pesat kini menyebabkan manusia lebih menyembah dan mencintai teknologi daripada Tuhan. Teknologi dijadikan dewa. Contoh nyata: orang bisa asyik BBM an saat ibadah berlangsung.

(3)  Disisi lain begitu banyak orang yang berkata mengasihi Tuhan, rajin berdoa, rajin ke gereja, baca Firman, memberi persembahan, namun membenci sesamanya, Yesus berkata: “ mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri adalah jauh lebih utama dari pada semua korban bakaran dan korban sembelihan." Kasih tidak bisa tergantikan oleh korban bakaran, tidak dapat tergantikan oleh hadiah seharga apapun.

(4) Ketika ahli taurat mengungkapkan persetujuannya terhadap kata-kata Yesus, Yesus berkata: “engkau tidak jauh dari kerajaan Allah”. Seperti yang kita ketahui. Ahli taurat adalah orang-orang yang sangat tidak menyukai keberadaan Yesus. Yesus tahu bahwa mereka tidak menyukai apa yang Ia lakukan. Tapi Yesus tidak pernah membenci ahli taurat terebut. Justru Yesus memandang ia sebagai seorang yang bijaksana, dan mengatakan bahwa ia tidak jauh dari kerajaan Allah. Ia tidak membenci dan mendendam terhadap ahli taurat tersebut. Sikap Yesus ini seharusnya juga menjadi sikap kita, terlebih saat kita berhadapan dengan orang yang mungkin membenci kita atau yang tidak menyukai kita. Kebencian dan dendam adalah dua hal yang dapat menutup diri kita sehingga kita tidak mampu member cinta kasih kita pada sesama kita.

PENUTUP
Kasih itu mencakup kasih kepada Tuhan dan sesama. Sepanjang hidupnya Yesus sangat menekankan tema kasih ini baik dalam pewartaan maupun tindakannya. Kita tahu dalam injil Yesus banyak melakukan mujizat. Mujizat yang dilakukan ini Yesus ini bukan karena ia ingin dikenal sebagai penyembuh tetapi pertama-tama ia lakukan karena ia mengasihi manusia.

Akhirnya, jadikanlah Kasih sebagai jantung dalam hidup kita. Jantung yang dapat membuat hidup kita lebih hidup. Kasih akan membuat hidup kita menjadi lebih damai.

Mari nyanyikan : Kasih itu lemah lembut, sabar sederhana
Kasih itu murah hati, rela menderita
Andaikan aku dermakan, segala milikku
Namun hati tiada cinta, tak mungkin bahagia
Reff:
Ajarilah kami bahasa Kasih Mu
agar kami dekat pada Mu ya, Tuhanku
Ajarilah kami bahasa Kasih Mu
agar kami dekat pada Mu

Pdt.Iswan Ginting Manik,M.Div
GBKP CILILITAN , JAKARTA TIMUR
HP. 081371855839

Kamis, 08 Juli 2010

Asseb-Khotbah Yakobus 5:1-6, Minggu 11 Juli 2010

Thema:
MENCARI DAN MENGGUNAKAN KEKAYAAN DENGAN BENAR
(Encari ras makeken kinibayaken alu payo)

Introitus: Pengkhotbah 2:18; Pembacaan: Amsal 23:1-8
Khotbah: Yakobus 5:1-6

Pendahuluan
Salahkah orang kristen bekerja dengan rajin (mencari) dan kemudian menjadi kaya? Tidak salah. Sebab dalam Alkitab sejak awal manusia sudah diperintahkan agar bekerja dengan rajin. Yang salah jika dalam mencari kekayaan (1) mengutamakan mencari kekayaan dari pada Tuhan; (2) menghalalkan semua cara agar supaya menjadi kaya. Dan mengenai kaya, Alkitab juga tidak mengajarkan bahwa semua orang kaya adalah orang berdosa. Contohnya Abraham. Namun apa yang digambarkan Yakobus dalam perikop renungan kita minggu ini merupakan ciri dari banyak orang yang kaya[1] yang perlu dihindari oleh orang kristen.

Pendalaman Nas
Kita akan mempelajari dosa-dosa orang kaya dan akibatnya yang disebutkan Yakobus 5:1-6

Dosa Orang Kaya
1) Mengumpulkan harta pada hari-hari terakhir (ay 3).
a) Yang dimaksud dengan “mengumpulkan harta/uang” di sini tidak sama dengan bekerja mencari nafkah! Kitab Suci mengharuskan kita bekerja untuk mencari nafkah[2] dan karenanya ini bukanlah dosa. Bahkan kalau kita bekerja untuk mengumpulkan uang untuk tujuan tertentu (yang bisa dipertanggungjawabkan), seperti ingin membeli rumah dsb, itu tentu tidak bisa disalahkan! Yang dikecam oleh Yakobus di sini adalah orang yang mengum­pulkan harta/uang, demi harta itu sendiri. Jadi harta adalah tujuan akhir dari orang itu. Ini adalah cinta uang/harta dan ini adalah dosa[3].

b) Yang dimaksud dengan harta belum tentu berbentuk uang.
Dalam ay 2-3 ada kata ‘busuk’ yang jelas menunjuk pada makanan (gandum, jagung); juga disebut tentang ‘pakaian’ karena pada saat itu harta memang sering ada dalam bentuk pakaian; dan juga disebutkan tentang emas dan perak. Karena itu kalau saudara tidak menimbun uang, tetapi menimbun mobil, rumah / tanah, permata / perhiasan, dsb, maka itu termasuk menimbun harta juga!

c) Orang-orang kaya itu mengumpulkan uang pada hari-hari terakhir (bd. Terjemahan bahasa Karo “ibas wari-wari si arah pudi enda”).
Sebetulnya hari-hari terakhir adalah saat dimana manusia harus lebih mendekat kepada Tuhan, bersiap sedia menghadapi kedatangan Kristus yang keduakalinya, menyucikan dirinya, melayani Tuhan, belajar Firman Tuhan, berdoa dsb (Ibrani 10:24-25). Tetapi orang-orang kaya ini justru menimbun harta untuk dirinya sendiri!

2) Menahan upah buruh (ay 4). Dalam Ulangan 24:14-15 jelas disebutkan larangan memeras buruh/pekerja dan sebaliknya. Sebaliknya agar membayar upah buruh tepat pada waktunya, karena sebagai orang miskin ia mengharapkan dan membutuhkan uang itu.

Tetapi orang-orang kaya ini tidak mempedulikan hukum Tuhan, dan mereka menahan upah buruh. Jadi, dalam usaha mereka untuk menjadi lebih kaya, mereka tidak segan-segan menindas dan merugikan orang lain / buruh mereka. Mereka berusaha menda­patkan harta dengan cara yang tidak adil dan tidak halal.

Sebetulnya, berdasarkan Yak 4:17, orang kaya yang tidak menolong orang miskin/menderita, sudah dianggap berdosa. Apalagi mereka ini bukan hanya tidak menolong, tetapi bahkan menindas!

3) Hidup berfoya-foya (ay 5).
Kitab Suci memang tidak menyuruh kita untuk hidup sebagai pertapa. Kitab Suci tidak melarang kita untuk berpesta/ bersenang-senang. Tetapi orang kaya di sini, melakukannya secara kelewat batas. Mereka berpesta pora dan memuaskan hati mereka setiap hari.

4) Menghukum dan membunuh orang benar (ay 6).
Ada 2 faktor yang memberatkan kesalahan mereka: (1) Yang dihukum dan dibunuh adalah ‘orang benar’. Tentang siapa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ di sini, ada yang mengatakan Yesus, Yohanes Pembaptis, Stefanus, atau orang kristen. (2) Yang dibunuh tidak melawan.

Akibat Dosa
Akibat sikap dan perbuatan orang kaya ini, menyebabkan Allah bertindak. Apakah tindakan Allah?
1) Memberi kesengsaraan kepada orang-orang kaya itu (ay 1).
Kesengsaraan akan di alami jika tidak bertobat. Kalau kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ayat 1, sangat jelas nuansa bahwa kesengsaraan yang akan dialami bukan saja nanti setelah kematian, tetapi juga di dalam hidup. Dan hal ini benar. Ada banyak kesaksian mengenai hal tersebut. Seperti tidak mengalami kedamaian, kegelisahan, kekuatiran, kekosongan dalam hati, kesumpekan, stress karena pekerjaan, penyakit dan macam-macam problem yang lain.

2) Menghancurkan kekayaan mereka (ay 2-3).
Kalau setan bisa menghancurkan harta dan anak-anak Ayub dalam satu hari, maka Allah pasti lebih berkuasa untuk menghancurkan harta dari orang-orang kaya itu. Kata-kata ‘busuk’, ‘ngengat’, dan ‘karat’ menunjukkan bahwa Allah bisa menghancurkan kekayaan mereka dengan bermacam-macam cara. Juga dapat berarti bahwa semua kekayaan itu sifatnya fana, tidak kekal. Ia hanya berguna selama hidup di dunia ini, dan kegunannya juga sangat terbatas. Artinya tidak semua dapat dibeli dengan uang, atau diperoleh dengan harta benda. Oleh karena itu Yesus mengatakan dalam Matius 6:20 agar fokus utama adalah mengumpulkan harta di sorga; sebab di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

Pointer Aplikasi
(1) Thema kita minggu ini “mencari dan menggunakan kekayaan dengan benar” mengingatkan bagaimana seharusnya kita sebagai orang percaya bekerja/mencari “kekayaaan” dan menggunakan hasil pekerjaan kita (kekayaan) dengan benar, artinya sesuai dengan kehendak Allah. Perikop kita tidak menyebutkan tips mengenai hal ini. Namun melalui kecaman Yakobus kepada orang kaya dalam Yakobus 5:1-6 mengingatkan kita agar (1) memahami bahwa harta kekayaan yang kita miliki, bagaimana pun banyaknya semuanya itu bersifat fana, artinya tidak kekal. Karena itu seharusnya kita lebih fokus terhadap harta yang kekal sebagaimana telah diingatkan Yesus dalam Matius 6:19-20. (2) Tidak menjadi sombong dan terlebih semena-mena terhadap sesama manusia. (3) Tidak hanya mementingkan diri sendiri dengan hidup berfoya-foya. Prinsif semakin banyak diberi semakin banyak dituntut tanggungjawab. Artinya semakin banyak harta kekayaan kita, semakin banyak juga dituntut agar menjadi saluran berkat kepada orang lain, khususnya yang membutuhkannya.

(2) Alkitab sangat menekankan agar orang percaya rajin bekerja. Sejak awal, yakini mulai cerita penciptaan sudah menekanan hal tersebut. Perhatikanlah Kejadian 1:28, demikian juga Kejadian 2:15. Manusia yang diciptakan Allah tersebut diberi mandat serta tugas disamping menaklukkan serta menguasai bumi juga mengusahakan dan memelihara taman Eden itu. Demikian juga dalam Amsal 6:6-9, Salomo bahkan menyuruh orang yang malas bekerja agar belajar kepada semut. Dan Paulus lebih keras lagi. Ia mengatakan agar orang yang malas bekerja janganlah diberi makan. Jadi rajin bekerja haruslah juga dipahami sebagai panggilan orang percaya. Sebagai kesaksian. Dengan kata lain tanda orang percaya seharusnyalah nampak dalam ia rajin bekerja. Dan orang yang rajin sebagaimana yang diperintahkan Tuhan akan diberkati, akan mempunyai cukup makanan bahkan tidak hanya itu tetapi juga akan memiliki harta kekayaan.

Pondok Gede, 9 Juli 2010

-----------------------------
[1] Bd. Yakobus 5:1-6; 2:1-3
[2] 2 Tesalonika 3:10; Bd.Kejadian 3:17-19
[3] Bd. 1 Timotius 6:10; Matius 6:19-21; Amsal 23:4

Jumat, 02 Juli 2010

Asseb-Khotbah Kejadian 9:8-17, Minggu 04 Juli 2010

Thema:
TANGGUNGJAWAB MANUSIA DALAM MERESPONI JANJI ALLAH
(Tanggungjawab manusia ibas nehi Padan Dibata)

Introitus: Kejadian 2:15; Pembacaan: Ayub 28:1-12
Khotbah: Kejadian 9:8-17

Pendahuluan
Kita sering mendengar orang mengucapkan janji. Pada waktu pemberkatan nikah kedua penganten saling mengucapkan janji setia sampai mati. Demikian juga pejabat yang dilantik mengucapkan sumpah janji untuk melakukan tugasnya dengan baik sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang ada. Namun bagaimana realitanya? Masing-masing kita yang memberi jawab. Yang pasti ada banyak pasangan suami istri yang bercerai. Demikian juga ada sejumlah pejabat yang korupsi, serta melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji lainnya yang mengingkari sumpah jabatan yang telah diucapkan dahulu. Benar seperti ada lagu: “Engkau yang berjanji, engkau yang mengingkari”. Namun tidak demikian dengan janji Tuhan. Janji Tuhan ya dan amin. Janji Tuhan dapat dipercayai. Oleh karena itu apa pun persoalan hidup yang sedang kita alami, jangan takut, jangan lantas bersungut-sungut, percayalah akan janji Tuhan, ia pasti menolong. Jikalau Allah mengatakan “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” itu pasti demikian. Namun kita juga harus menyikapi janji Tuhan tersebut. Benar bahwa Tuhan mau menyertai kita sampai akhir jaman, namun bagaimana dengan kita? Maukah kita disertai Tuhan?

Pendalaman Nas
Kejadian 9:8-17 bagian yang menceritakan pasca air bah. Semua manusia telah binasa kecuali Nuh dan istrinya serta 3 orang anak beserta menantunya. Penghukuman Allah melalui air bah terhadap manusia disebabkan karena manusia pada waktu itu sudah sedemikian jahat di mata Tuhan. Dan hal ini tidak boleh dipahami sebagai kesewenang-wenangan Allah, tetapi karena Allah konsisten terhadap keadilannya. Karena Allah adil, maka Ia memberi hukuman terhadap kejahatan dan memberi keselamatan bagi orang yang benar. Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh hidup bergaul dengan Allah sehingga ia mendapat kasih karunia yakni diselamatkan dari air bah.

Sikap Nuh pasca air bah, yakni ketika ia mendirikan mezbah dan mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu, membuat Tuhan berfirman dalam hatinya tidak akan mengutuk bumi dan membinasakan segala yang hidup oleh karena kejahatan manusia. Dan dalam perikop kita kembali Allah mengulangi keputusanNya dengan langsung berfirman kepada Nuh dan anak-anaknya. Firman yang disampaikan tidak lain mengenai keputusan Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh dan keturunannya bahwa mulai saat itu Allah tidak lagi memusnahkan bumi dan segala yang hidup dengan air bah. Dan Allah menandai perjanjianNya dengan pelangi[1]. Keputusan Allah ini tidak main-main. Sampai 7 kali istilah perjanjian (berit) dipergunakan. Makna teologis dari istilah perjanjian disamakan dengan “sumpah, ikrar”, “keputusan agung”, “penetapan yang merdeka dan berdaulat”. Dengan menggunakan dekrit yang demikian berarti Allah mengikat diri, Ia membatasi murkaNya[2]. Tujuan perjanjian ini tidak lain dalam rangka mengasihi manusia dan semua ciptaanNya. Dan kasih Allah yang spektakuler adalah ketika Allah menjadi manusia di dalam Yesus Kristus. Dikatakan spektakuler sebab Allah tidak hanya berfirman menyatakan dikrit perjanjian, tetapi datang ke dalam dunia menjadi manusia agar setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal.

Pointer Aplikasi
(1) Walaupun janji Allah sepihak, artinya Allahlah yang membuat janji kepada Nuh dan keturunannya namun janji Allah ini harus juga diresponi sehingga janji Allah tersebut sungguh-sungguh digenapi. Misalnya, janji berkat makanan harus diresponi dengan rajin bekerja dan juga berdoa. Demikian juga janji Allah tidak ada lagi air bah, namun jika hutan-hutan ditebangi tanpa diikuti penanaman kembali maka banjir akan terjadi dan seperti banjir bandang Bukit Lawang yang banyak menelan korban. Konon katanya dikarenakan hutan di ulu sungai Bukit lawang sudah banyak ditebangi.

(2) Pelangi ditetapkan sebagai tanda dari perjanjian yang dibuat Allah dengan Nuh dan keturunannya. Bagi Allah tanda ini sebagai materai atas perjanjian yang dabuatNya sehingga apa yang telah dijanjikan pasti di lakukan. Dan bagi manusia tanda perjanjian Allah itu seharusnya membuat senantiasa bersyukur atas kemurahan Allah tersebut.

(3) Pada jaman Perjanjian Baru, Janji Allah telah dinyatakan dan ditandai dengan kedatangan Yesus ke dalam dunia ini. Allah mengatakan “barang siapa percaya kepadaNya (Yesus Kristus) tidak akan binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal”. Janji ini juga harus diresponi: (1) dengan percaya; (2) dengan hidup sesuai dengan Firman Tuhan; (3) jika kita juga membuat janji terhadap sesama manusia, pikirkanlah secara matang. Hal ini penting supaya kita jangan asal membuat janji supaya kita tidak ingkar janji.

(4) Ada satu ilustrasi “Cinta gadis buta”. Ada seorang gadis buta yang lumanyan cantik, namun sangat membenci dirinya sendiri karena kebutaannya. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya.

Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Ketika sang kekasih mengajaknya menikah, sigadis barkata bahwa ia mau menikahi kekasihnya jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya. Sigadis sangat senang, terlebih mengingat ia akan segera dapat melihat dunia ini dan terlebih melihat sang kekasih yang selama ini sangat setia menemani dan mengasihinya. Operasi berhasil sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya.

Sesuai janji yang pernah diucapkan si gadis, kekasihnya bertanya, “Sekarang kamu sudah bisa melihat, apakah kamu mau menikah denganku?” Mendengar itu, si gadis terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Oleh karena itu, si gadis menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, kemudian dengan pertolongan orang lain ia menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, “Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya.”

Ini hanyalah ilustrasi yang memperlihatkan bagaimana manusia berubah ingkar janji saat status hidupnya berubah. Hendaknya kita tidak demikian. Ketika kita lemah, kita berdoa mohon kekuatan, ketika kita masih belum punya apa-apa kita berdoa mohon berkat, ketika kita belum punya jodoh kita berdoa agar diberi jodoh, ketika kita belum mendapat pekerjaan, kita berdoa agar mendapat pekerjaan, mungkin dalam doa kita juga berjanji di dalam hati jikalau Allah mengabulkan doaku, aku akan setia memberi persepuluhan, setia mengikuti kegiatan-kegiatan gereja, hidup dengan baik, dst. Apakah kita tidak ingkar janji? Lakukanlah janjimu. Sebab Allah tidak menyukai orang yang ingkar janji, sebab Allah setia dan konsisten terhadap apa yang telah dijanjikan.

Pondok Gede, 2 Juli 2010
Pdt.S.Brahmana
----------------------------------
[1] Busur adalah kata lain dari pelangi dalam kontek perikop kita. Jadi “busurKu” (qeset) arti yang biasa adalah senjata. Jadi pelangi yang senantiasa nampak bila angin ribut mundur karena matahari bersinar lagi, adalah busur perang Allah yang dikesampingkanNya, suatu tanda kasih karunia yang menahan anak panah petir murka Allah.
[2] Dr.Walter Lempp, Tafsiran Alkitab Kejadian 5:1-12:3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hal.102

Sabtu, 26 Juni 2010

Asseb-Khotbah 1 Petrus 3:13-17, Minggu 27 Juni 2010

Thema:
LAKUKAN SENANTIASA YANG BAIK
(Tetaplah dalanken si mehuli)

Introitus: 1 Korintus 15:58; Pembacaan: Pengkhotbah 3:16-22
Khotbah: 1 Petrus 3:13-17

Pendahuluan
Semua orang pasti mengharapkan agar orang lain berbuat baik kepadanya, kecuali manusia tidak normal. Namun tidak semua orang senang dan bersedia melakukan perbuatan baik. Aneh memang. Namun realitanya, ya demikian. Mengapa bisa demikian? Banyak yang menjadi penyebab. Terlebih ditengah-tengah jaman “edan” saat ini, demikian ada orang menggambarkan kondisi sekarang, berbuat baik dianggap tindakan bodoh, tidak populer, merugikan, dsb. Walaupun dalam realitanya sering demikian, bagaimana dengan orang kristen? Apakah ikut-ikutan edan?

Pendalaman Nas
Perikop kita menekankan agar rajin berbuat baik. Bagi Petrus berbuat baik sebagai bagian dari hidup orang kristen untuk melakukan kebenaran menjadi keharusan sehubungan dengan tugas panggilannya di tengah-tengah dunia ini. Sebelumnya, Petrus sudah memberi nasehat kepada istri-istri dan suami[1]. Tips yang diberikan Petrus tidak lain agar istri tetap berbuat baik bagi suaminya dengan berusaha patuh. Memang hal ini tidak mudah. Namun Istri harus menyadari bahwa hal ini dilakukan bukan semata-mata kepentingan keharmonisan dalam keluarga saja tetapi terlebih dalam rangka memenangkan jiwa bagi Allah. Dan ini tugas semua orang percaya. Demikian juga suami agar hidup bijaksana terhadap istrinya. Kebaikan yang harus dinampakkan suami kepada istrinya sebagai implikasi imannya adalah hidup bijaksana. Dalam Kamus Populer[2], bijaksana berarti pandai memakai akal pikiran serta dapat membedakan yang baik dan mana yang tidak baik, arif, selalu dengan nalar. Dengan demikian dalam hubungannya dengan istri, suami yang bijaksana akan mengerti dan memahami keadaan istrinya sehingga jika dirasa ada kekurangan tidak dengan mudah menjatuhkan hukuman. Terlebih dalam kekristenan dipahami bahwa laki-laki dan perempuan sama-sama pewaris dari kasih karunia. Dengan pemahaman ini suami tidak boleh arogansi terhadap istrinya sebaliknya menghormatinya.

Demikian juga dalam hidup ditengah-tengah persekutuan. Petrus menekankan agar hidup saling memberkati, bukan sebaliknya membalas kejahatan dengan kejahatan, caci maki dengan caci maki. Artinya, memohon kuasa Allah yang penuh kasih dan karunia agar dicurahkan atas segala orang, juga atas mereka yang menghendaki kita ditimpa oleh kecelakaan. Memang bagian terakhir ini sering tidak mudah dilakukan. Mungkin mulut mengatakan memberkati, tetapi dalam hati mengutuk. Bila demikian, mengapa Petrus memberikan nasehat demikian? Alasannya sangat jelas. Sebagaimana dikutip Petrus dalam Mazmur 34:13-17. Bahwa orang kristen dipanggil untuk hidup dijalan yang benar dan jujur, dan dengan alasan yang sama dengan Perjanjian Lama, Allah akan mengawasi dan memberkati kelakuan tersebut, sebaliknya Allah menentang kelakuan yang bertentangan dengan hidup saling memberkati.

Memang hidup menjalankan kebenaran di tengah-tengah dunia ini, terlebih di jaman “edan” ini bukanlah sesuatu yang mudah. Walaupun logikanya kegiatan untuk kebenaran yang dilakukan orang percaya tidak mungkin mengakibatkan penganiayaan. Namun dalam realitanya sering tidak demikian. Banyak contoh mengenai hal ini. Karena menolong orang kecelakaan lalu lintas, kemudian dijadikan sasaran pemerasan oleh pihak keluarga yang menyatakan mengambil barang-barang korban. Karena tidak bersedia korupsi dan menerima pembagian uang korupsi dikucilkan teman-teman sekantor, bahkan dimutasi ketempat lain. Demikian juga karena membuat “minggu ceria” bagi anak-anak sekolah minggu dan kebetulan ada anak tentangga ikut bergabung, 3 orang guru sekolah minggu (dr Rebecca Laonita, Ratna Mala Bangun dan Ety Pangesti) diponis 3 tahun penjara dengan tuduhan pemurdatan, dll. Apakah dengan realita demikian membuat orang kristen enggan melakukan hal yang baik? Seharusnya tidak. Petrus mengatakan dalam ayat 14 “sekalipun kamu harus menderita juga karena kebenaran, kamu akan berbahagia”. Mengapa berbahagia? Pertama, sebagaimana disebutkan Yesus dalam Yohanes 15:8-9, dibenci atau menderita karena tidak hidup menurut cara-cara dunia memperlihatkan bahwa kita sungguh-sungguh milik Kristus. Kedua, penderitaan dipahami sebagai cobaan, sebagai sarana pembuktian akan kemurnian iman. Jikalau emas yang fana juga diuji kemurniannya dengan api, tentu terlabih lagi iman kita yang jauh lebih tinggi nilainya dibanding dengan emas[3]. Ketiga, Sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat[4]. Keempat, karena pada akhirnya kita akan beroleh keselamatan[5].

Dengan pemahaman demikian, Petrus mengingatkan jemaat agar tidak usah takut dalam berbuat baik. Walaupun selalu ada risiko hidup yang demikian, yakni penderitaan. Tetapi takutlah kepada Tuhan dengan hidup benar, hidup selalu berbuat baik. Memang hidup di tengah-tengah dunia tidak ada orang yang steril dari yang namanya penderitaan. Baik orang yang percaya atau pun tidak, baik orang yang hidup benar atau tidak. Jika demikian, bukankah lebih baik menderita karena berbuat baik dari pada menderita karena berbuat jahat? Demikianlah Petrus menegaskannya dalam ayat 17. Sebab menderita oleh karena berbuat baik sebagai implkasi iman kita kepada Yesus Kristus akan berakhir kebahagiaan, happy ending.

Pointer Aplikasi
(1) Dalam Mazmur 145:9, disebutkan bahwa Allah itu baik. Kebaikan Allah yang spektakuler telah dinyatakan di dalam Yesus Kristus. Demi keselamatan manusia Ia rela mati di salibkan. Memahami hal ini, sangat wajar apa bila Paulus mengatakan bahwa ia orang yang “berhutang”[6]. Paulus merasa berhutang jika belum memberitakan Injil kepada semua orang, sebagai ucapan syukur atas anugrah keselamatan yang telah diterimanya. Memberitakan Injil tentu bukan saja dengan perkataan tetapi juga melalui bagaimana kita hidup. Sebab memberitakan Injil dengan perkataan tanpa diikuti dengan hidup yang benar tidak akan membawa orang kepada pertobatan. Hal inilah yang dipahami Petrus sehingga ia memberi nasehat kepada istri-istri agar tunduk kepada suami supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan isterinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup isteri mereka itu.

(2) Thema kita, tetaplah lakukan yang baik. Benar berbuat baik tidaklah mudah. Dalam berbuat baik sebagaimana dikehendaki Tuhan memang ada kalanya kita mengalami penderitaan. Dan bila itu yang terjadi, jangan lantas kita takut berbuat baik lagi, teruslah lakukan yang baik sebab Tuhan berkenan kepada orang-orang yang demikian. Ia akan menolong kita dan memeberkati kita, sebab mata Tuhan tertuju kepada orang-orang benar, dan telinga-Nya kepada permohonan mereka yang minta tolong, tetapi wajah Tuhan menentang orang-orang yang berbuat jahat."

Ilustrasi mengenai berkat berbuat baik. Ada sebuah cerita tentang seorang yang menjadi pegawai di sebuah toko di Pattsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat. Pada waktu itu hujan turun sehingga pengunjungnya berkurang banyak, dan penjaga-penjaga toko sedang ngobrol satu sama lain. Tiba-tiba kelihatanlah seorang ibu tua yang sedang mondar-mandir di luar toko. Walaupun penjaga toko ini tahu bahwa ibu tersebut sedang membuang waktu, tetapi ia mengundang ibu tua itu masuk ke tokonya dan mempersilahkannya duduk. Setelah ibu itu duduk di kursi yang enak, sipenjaga toko ini bertanya apakah dia dapat menolong ibu itu. Ibu itu berkata bahwa ia sedang menunggu seorang teman untuk menjemputnya.

Penjaga toko ini dengan sabar keluar masuk tokonya untuk melihat apakah teman ibu itu sudah datang. Akhirnya datanglah teman ibu tua ini lalu iadiantar oleh penjaga toko ke ruang tempat ibu itu duduk. Penjaga toko itu mungkin tidak terlalu ramah, namun dia adalah seorang pekerja yang setia sehingga kesetiaannya nampak dalam banyak hal.

Si ibu tua dan temannya itu pun segera pergi. Setelah beberapa hari penjaga toko ini menerima sebuah kartu ucapan terimakasih yang amat indah. Kartu ini ditandatangani oleh Andrew Carnegie, pemilik suatu peusahaan besar "The American Steel Company". Andrew Canegie adalah putra dari ibu tua yang dipersilahkannya duduk beberapa hari yang lalu.

Perbuatan baik ini ternyata menghasilkan buah yang tidak terduga! Beberapa saat kemudian Canegie membangun sebuah proyek di Skotlandia. Ibu tua ini terus-menerus mendesak anaknya untuk memesan perabot-perabot rumah tangga dari toko di mana penjaga toko tadi bekerja. Daftar pesanan yang banyak, membuat toko tadi menjadi bertambah besar. Juga penjaga toko ini akhirnya menjadi seorang pengusaha yang berhasil. Dia dengan setia melaksanakan tugasnya, bahkan samapai diluar batas tanggungjawabnya. Kesetiaannya menyebabkan dia dapat membangun suatu hubungan yang amat menguntungkan dalam hidupnya (Sumber ilustrasi: Madu Sorgawi, Ishak Sugianto).

Ini sebuah ilustrasi, bahwa kebaikan sekecil apa pun yang kila lakukan sangat berguna dan akan mendatangkan berkat. Oleh karena itu teruslah lakukan yang baik.

Pondok Gede, 25 Juni 2010
Pdt.S.Brahmana

-------------------------------
[1] 1 Petrus 3:1-7
[2] Pius A Partanto, M.Dahlan Al Barry, Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola Surabaya, 1994.
[3] 1 Petrus 1:6-9
[4] 1 Petrus 3:12
[5] Yakobus 1:12
[6] Roma 1:14

Sabtu, 12 Juni 2010

Asseb-Khotbah Yoel 2:8-29, Minggu 13 Juni 2010

Thema:
KALAHKAN PENDERITAANMU
(Taluken Kiniseranndu)

Introitus: Roma 8:18; Pembacaan: Yakobus 1:12-16
Khotbah: Yoel 2:8-29

Pendahuluan
Apakah kita adalah salah satu dari banyak orang yang mengalami penderitaan karena percaya kepada Yesus Kristus? Bila, ya puji Tuhan. Sebab menderita oleh karena hal tersebut sesungguhnya suatu berkat, suatu hal yang membanggakan. Perhatikanlah tokoh-tokoh besar dalam Alkitab dan sejarah gereja, seperti Stapanus, Paulus, Petrus, Polikarpus dan banyak lagi tokoh gereja sudah mengalaminya. Oleh karena itu bila saat ini kita sedang mengalaminya, tetaplah bertekun sebab Tuhan akan menolong kita dan terlebih hal yang sudah pasti bahwa apa pun penderitaan yang kita alami zaman sekarang ini oleh karena kita percaya kepada Yesus kristus tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. Memang benar, siapakah yang ingin menderita? Yesus juga tidak. Ketika Ia di taman Getsemani, Yesus berdoa agar dilepaskan dari penderitaan. Itulah kemanusiaan kita. Namun kita bukan manusia biasa, kita manusia yang telah percaya kepada Yesus Kristus, yang telah dipersatukan kedalam kematian dan kebangkitanNya, berarti bersikap seperti Yesus. Yakni apa pun yang terjadi kita mengedepanakan kehendak Allah jadilah dalam hidup. Itulah akhir dari doa Yesus di taman Getsemane. Jadilah kehendakMu[1].

Pendalaman Nas
Perikop kita berbicara mengenai tidak 3 hal. Pertama mengenai hari Tuhan. Hari Tuhan digambarkan Yoel sebagai hari yang menakutkan dan menentukan. Kalau kita membaca mulai ayat 1-9 digambarkan sebagai kedatangan musuh yang sangat kuat, yang mengancam kehidupan manusia. Musuh tersebut seperti pahlawan yang terlatih, terorganisir, tidak mengenal takut menyerbu ke dalam kota, dan sampai kerumah-rumah seperti pencuri. Alam juga ikut jadi saksi kedahsyatan hari Tuhan tersebut. Dalam ayat 10 hal ini disebutkan: Bumi gemetar, langit bergoncang; matahari dan bulan menjadi gelap, dan bintang-bintang menghilangkan cahayanya. Hal ini menyatakan bahwa hari Tuhan tersebut tidak ada yang dapat melawannya. Dalam Alkitab PL “Hari Tuhan” digunakan 19 kali[2] dan 4 kali dalam Alkitab PB[3]. Kalau diteliti bagian-bagian tersebut, “Hari Tuhan” sering kali mengandung makna kesegeraan dan pengharapan yang dihubungkan dengan penghakiman di akhir zaman. Atau dengan kata lain “Hari Tuhan” juga bermakna peringatan yang harus disikapi dengan sebaik-baiknya pada zamannya, khususnya dalam kontek Yoel. Kedua, mengenai sikap dalam menyikapi hari Tuhan. Dalam konteks Yoel “hari Tuhan” yang dasyat tersebut dikemukakan agar bangsa Israel segera bertobat, jika tidak akan dibinasakan. Seruan pertobatan ini jelas disebutkan dalam ayat 12-13. Pertobatan yang diminta bukan sekedar formalitas dengan meningkatkan semanagat peribadatan, persembahan. Bukan itu yang penting bagi Tuhan. Tapi hati. Ada kebiasaan orang israel untuk menunjukkan penyesalan atau pertobatan dengan mengoyakkan baju. Hal ini tidak cukup. Pengoyakan baju tanpa diikuti pengoyakan hati yakni penyesalan yang datang dari kesadaran akan dosa yang diperbuat tidak akan menghasilkan perubahan tingkah laku, sikap hidup. Jadi penyesalan dalam pertobatan harus nampak dalam sikap hidup, baik cara berpikir, berkata-kata dan tingkah laku. Rupanya penangkal kebinasaan akibat hari Tuhan hanya itu, tidak lain dari pertobatan. Ketiga, janji berkat dan penyertaan Tuhan. Dalam ayat 19-26, Allah membuka rahasia penderitaan umatNya (bangsa Israel). Mereka menjadi miskin tidak lain karena mereka berbuat dosa. Mereka hidup tidak mengandalkan Tuhan. Mereka tidak menyembah Tuhan dengan semestinya. Itulah sebabnya pasukan belalang datang memusnahkan tanaman mereka. Apa bila mereka bertobat, Tuhan berjanji akan memulihkan keadaan mereka. Mereka tidak akan miskin lagi. Disamping itu Allah pun berjanji akan mencurahkan Roh Kudus kepada umatNya. Roh Kudus berfungsi menjadi penolong agar umatNya mengerti kehendak Allah dan hidup sesuai dengan kehendak Allah.

Pointer Aplikasi
(1) Ada yang menyatakan bahwa kita sudah memasuki masa akhir zaman. Terlepas kita setuju atau tidak, tidak masalah. Yang penting bagaimana kita tetap setia kepada Tuhan, hidup dalam pertobatan. Memang kalau kita membaca Matius 24:5-8, demikian juga 2 Timotius 3:1-9; lihat juga 2 Tesalonika 2:3 tanda-tanda akhir zaman sepertinya sudah nyata. Benar kita sudah memasuki “masa yang sukar” disebabkan bertambahnya kejahatan manusia dan orang-orang yang melawan kebenaran secara aktif. Jujur saja, bukankah saat ini sangat sulit hidup dengan sungguh-sungguh menerapkan prinsip kejujuran, kebenaran dan keadilan? Dan sepertinya lebih senang atau nyaman hidup dengan memakai topeng kemunafikan. Ada yang mengatakan kalau kita mau hidup tetap eksis, ya hidup munafik. Saya pernah mendengar ada orang yang mengatakan demikian. Sianu itu, sekarang tidak lagi punya jabatan apa-apa dan tidak punya apa-apa karena dia terlalu kaku menjalankan agamanya. Maksud dari ungkapan ini jelas, bahwa beragama dan menjalankan agama harusnya disesuaikan dengan tren yang berkembang walaupun itu bertentangan dengan nilai-nilai agama/prinsip agama yang dianut. Dengan kata lain lebih takut kepada manusia, kepada jabatan, harta dari pada Tuhan. Mengenai hal ini sangat jelas disebutkan dalam Firman Tuhan. Pertama, kemunafikan sangat dibenci Tuhan[4]. Kedua, agar kita lebih takut kepada Tuhan yang tidak hanya berkuasa membunuh tuhuh/jiwa tetapi juga membuangnya ke dalam neraka[5]. Dan ingat juga Firman Tuhan ini. “Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya” (Matius 16:26).

(2) Mungkin saat ini kita adalah orang yang sedang mengalami penderitaan karena hidup menurut prinsip kebenaran Firman Tuhan. Thema kita Minggu ini, kalahkanlah penderitaanmu. Bagaimana mengalahkannya? Kita dapat mengalahkannya atau tidak tergantung cara pandang kita terhadap penderitaan yang dialami. Jakobus dalam pembacaan kita memberikan tips untuk mengalahkan penderitaan yang dialami agar tidak bersungut-sunggut kepada Tuhan atau menyalahkan nasib/takdir atau orang lain, yakni dengan memahami bahwa penderitaan tersebut sebagai ujian. Bukankah emas juga diuji kemurniannya dengan api? Bukankah iman kita lebih tinggi nilainya dibanding dengan emas yang fana?[6]

Pondok Gede, 11 Juni 2010
Pdt.S.Brahmana

---------------------------------
[1] Matius 26:42
[2] Yesaya 2:12; 13:6, 9; Yehezkiel 13:5; 30:3; Yoel 1:15, 2:1,11, 31; 3:14; Amos 5:18, 20; Obaja 15, Zefanya 1:7-14; Zakharia 14:1; Maleakhi 4:5
[3] dan empat kali dalam Perjanjian Baru (Kisah 2:20; 2 Tesalonika 2:2; 2 Petrus 3:10). Hal ini juga disinggung dalam bagian-bagian lainnya (Wahyu 6:17; 16:14)
[4] Bd.Matius 23:13-29
[5] Bd.Matius 10:28
[6] Bd. 1 Petrus 1:7

Jumat, 28 Mei 2010

Asseb Khotbah Lukas 12:1-12, Minggu 30 Mei 2010

Thema:
TAKUTLAH KEPADA ALLAH
(Mbiarlah man Dibata sebab Ia singkawali).

Introitus: Kolese 2:7; Pembacaan: Mazmur 57:1-4
Khotbah: Lukas 12:1-12

Pendahuluan
Umumnya orang pernah merasa takut. Takut kehilangan pacar, takut kehilangan orang yang dicintai. Ada yang takut karena masa depan. Ada lagi yang takut karena ada setan, dll. Mengenai rasa takut ini dipahami sebagai hal yang wajar, namun dianggap kurang beriman. Namun tidak demikian dengan merasa takut kepada Allah. Takut kepada Allah dipahami sebagai indekator beriman. Kata “takut” kepada Allah di dalam Alkitab tidak boleh dipahami selalu sama artinya. Dalam bahasa Karo kata “takut” yang ditujukan kepada Allah ada kalanya tidak diterjemahkan dengan kata “mbiar” tetapi “erkemalangen”. Kata “biar” dalam kamus bahasa Karo diterjemahkan sebagai “takut, tidak berani, khwatir, gentar”. Berbeda dengan kata “malang” (erkemalangen) yang diterjemahkan sebagai “hormat, segan, wibawa, malu, takut. Kata erkemalangen memang ada unsur takut tetapi yang ditonjolkan rasa hormat. Jadi “erkemalangen” kepada Tuhan, tidak hanya ada perasaan takut, tetapi juga hormat (hormat karena kebaikannya, keteladanannya, kasihnya, dll), sebab bila hanya ada perasaan takut maka kita cendrung menjauhi orang yang kita takuti tersebut, atau ketika diseruh melakukan suatu tanggungjawab dikerjakan tetapi tidak dengan tulus, bisa bersikap munafik. Saya ingat waktu masih sekolah SMP. Pada waktu disuruh kerja bakti atau membersihkan halaman sekolah saya akan rajin, sungguh-sungguh jika diawasi oleh guru, tetapi sebaliknya jika tidak ada guru. Mengapa demikian? Jawabnya karena takut, sehingga apa boleh buat dikerjakan walaupun tidak dengan tulus.

Pendalaman Nas
Dalam perikop kita (Lukas 12:1-12), kita menemukan kata “mbiar” (takut) yang ditujukan kepada Allah dan juga kata “erkemalangen” dalam ayat 5[1]. Kata takut dalam ayat ini dihubungkan dengan kemahakuasaan Allah melebihi apapun. Allah tidak hanya dapat membunuh tetapi juga melemparkan orang ke dalam neraka. Berbeda dengan kuasa manusia atau apapun di dunia ini. Mereka hanya dapat membunuh tubuh, tetapi setelah itu tidak dapat berbuat apa-apa lagi. Oleh karena itu, dalam konteks ini para murid Yesus diperingatkan agar tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Oleh karena itu, dalam konteks ini ketika orang banyak telah berkerumun yang disebut dalam ayat 1 beribu-ribu, Yesus memberi pengajaran khusus kepada para muridNya agar tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah.

Ada beberapa hal pengajaran Yesus kepada muridNya. Disamping mengenai masalah kepada siapa kita seharusnya takut, juga Yesus mengingatkan para muridNya beberapa hal yang penting. Pertama, mengenai kemunafikan. Mengenai hal ini Yesus dengan fulgar mengingatkan para muridNya agar berhati-hati menjaga hidup sehingga tidak dipengaruhi ajaran (ragi) orang parisi yang nampak dalam cara-cara hidup dan keberagamaannya yang manafik (hidup yang pura-pura baik, alim, kudus, dsb) atau hypokris yang berarti man sandiwara secara kiasan. Mengenai hal ini Yesus mengatakan bahwa suatu hari semuanya akan disingkapkan. Benar seperti salah satu lagu yang dinyanyikan Friskila Group yang antara lain syairnya “dihadapan manusia boleh kau bersandiwara tetapi jangan kepada Tuhan”. Artinya bahwa kemunafikan kita mungkin tidak diketahui manusia, tetapi tidak demikian bagi Tuhan. Dan Tuhan sangat membenci kemunafikan. Itulah mengapa secara fulgar Yesus menyebut kemunafikan orang Farisi pada zamannya. Kedua, janji pemeliharaan Tuhan secara mendetail. Hidup lebih takut kepada Tuhan dari apapun di dunia ini hanya mudah mengucapkannya tetapi tidak demikian dalam prakteknya, demikian juga hidup tidak munafik atau berpura-pura. Dalam hal ini Yesus mengingatkan para muridNya agar jangan takut terhadap apa pun sebagai konsekwensi hidup takut akan Tuhan dan hidup yang tidak munafik. Bagi orang yang konsisten hidup takut akan Tuhan akan dipeliharakan. Tetapi sebaliknya, boleh jadi orang yang tidak takut akan Tuhan serta orang yang hidup munafik kelihatannya aman-aman saja bahkan kelihatan berhasil dalam hidupnya, namun itu hanya sementara, paling lama selama hidup di dunia yang singkat ini setelah itu akan mengalami kebinasaan. Oleh karena itu Yesus mengingatkan agar muridNya jangan takut apapun selain takut kepada Allah. Jikalau burung pipit yang dijual 5 ekor dua duit juga dipelihara Tuhan, tentu lebih lagi murid-muiridNya. Ketiga, agar jangan takut mengaku terang-terangan sebagai pengikut Kristus. Titik puncak seruan agar tidak takut ini terletak dalam ayat 11-12. Dalam sejarah gereja ada satu tokok yang bernama Polikarpus. Ia terkenal karena kesetiaan dan keberaniannya tetap mengakui Yesus sebagai Tuhan dan Juruslamatnya. Walaupun dia diancam dengan hukuman dibakar hidup-hidup oleh kaisar Roma pada waktu itu (tahun 155/156), Polikarpus tidak mau menyangkal dan mengutuk Yesus. Akhirnya ia dibakar hidup-hidup dan mati sebagai martir. Mengapa Polikarpus bersikap demikian? Apakah dapat dikatakan Polikarpus mati konyol karena tidak berlaku cerdik? Mungkin dunia menganggap Polikarpus sangat bodoh, seharusnya Polikarpus menyangkali Yesus saja dengan mulut, tetapi yang penting dalam hati tidak demikian. Cara ini memang cerdik dan sering dilakukan oleh orang Kristen untuk membenarkan diri dari rasa bersalah karena telah menyangkal TuhanNya. Mereka menghibur diri dengan mengatakan yang penting hati. Hati-hati terhadap hal ini. Iblis itu terlalu cerdik untuk dikalahkan. Ada satu contoh mengenai hal ini. Seorang permata yang sudah tamat SMEA sedang mencari pekerjaan. Mengetahui hal ini, ada keluarga kristen yang menawarkan dapat membantu menjadi PNS dengan syarat ada KTP beragama tertentu, yang bukan kristen. Ketika mendapat tawaran tersebut si permata menyanggupi membuat KTP dengan pembenaran diri bahwa itu hanya KTP, yang penting hati saya tetap percaya kepada Yesus Kristus, batinnya. Singkat cerita si permata benar mendapat pekerjaan menjadi PNS. Ia sangat bersyukur kepada Tuhan Yesus. Namun setelah bekerja lebih kurang 3 bulan ada perubahan yang menyolok. Pertama ia menanggalkan kalung salib yang selama ini selalu menghiasi lehernya. Kemudian tidak lama setelah itu, gambar-gambar Tuhan Yesus yang ada di rumah orang tuanya juga diturunkan, dengan alasan ia malu kalau teman-teman kantornya datang. Demikian seterusnya dan akhirnya pindah agama. Berdasarkan kisah nyata ini, kiranya menjadi peringatan kepada kita agar tidak menyangkal Yesus dalam bentuk apa pun. Sebab sangat jelas dikemukakan dalam ayat 8 dan 9 dan juga dalam Matius 10:32,33 “Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga”. Sehubungan dengan hal ini, berbeda dengan menentang “anak manusia” dalam ayat 10. Menentang karena belum mengenal atau belum percaya kepada Yesus masih bisa diampuni jikalau kemudian ia percaya kepada Yesus dan bertobat. Tetapi tidak demikian jikalau menghujat Roh Kudus. Yang dimaksud “menghujat” (Yunani “blasphemeo”) Roh Kudus ialah ketika seseorang dengan sengaja menolak pernyataan Roh Kudus seperti penyembuhan orang yang dirasuk setan, yang buta dan bisu yang dilakukan Yesus[2] dengan menginaNya sebagai karya setan[3]. Atau dengan kata lain, jika seseorang oleh penerangan Roh Kudus sudah tahu bahwa Yesus sungguh-sungguh adalah Juruslamat, namun ia tidak mau tahu terhadap apa yang dia sudah tahu tersebut dengan menghinanya, memfitnahnya dengan mengatakan sebaliknya dari penerangan yang telah diberikan Roh Kudus, maka orang tersebut tidak dapat diampuni.

Pointer Aplikasi
(1) Kalau kita diminta jujur, apakah yang paling kita takuti dalam hidup ini? Adakah kita paling takut kepada Tuhan? Terserah apa jawaban kita. Yang pasti melalui Firman Tuhan Minggu ini, kita diingatkan agar jangan takut kepada manusia betapa pun besarnya pengaruh atau kuasanya di dunia ini sebab mereka hanya mampu membunuh tubuh setelah itu tidak berkuasa apa pun, tetapi kepada Tuhan yang tidak hanya membunuh tetapi juga mempunyai kuasa melemparkan orang ke dalam neraka. Pernyataan Yesus dalam ayat 4 bukan sebagai lehitimasi agar berlaku sesuka hati, atau sombong. Tidak. Sebab tanda takut kepada Tuhan berimplikasi terhadap sikap hidup yang benar, tidak munafik atau berpura-pura sebaliknya menghormati pemimpin, mengasihi semua manusia, serta hidup jujur. Tidak takut dimaksud, tidak takut untuk memperlihatkan hidup setia dan patuh kepada Tuhan. Ada satu kesaksian mengenai hal ini. Ada seorang pertua, ia dipercayakan sebagai salah satu kepala bidang di tempatnya bekerja. Ia jujur, tidak mau neko-neko. Yang menarik dalam hidup pertua ini, dia tidak pernah takut menyatakan kepatuhannya kepada Tuhan dimana pun dia berada. Ketika ada pertemuan yang dilakukan pada hari Minggu, ia dengan berani dan berterus terang meminta ijin untuk beribadah kepada pimpinannya. Dan menurut kesaksian pertua ini, walaupun pimpinannya atau teman-temannya bukan beragama kristen namun mereka tidak pernah menghalanginya untuk beribadah, atau dengan sikapnya tersebut mempersulit karirnya. Mengapa? Karena memang pertua ini sungguh-sungguh beribadah. Jikalau 3 jam dibutuhkan untuk pergi pulang dan beribadah, ia benar-benar konsisten dengan waktu tersebut. Ia tidak memanfaatkan alasan beribadah dengan kegiatan lain.

(2) Benar bahwa manusia juga dapat menolong dan melindungi kita. Tetapi kuasanya sangat terbatas. Terlebih kita akan sering kecewa jikalau mengandalkan manusia. Itulah yang banyak terjadi sehingga ada keluarga yang tidak mengaku keluarga lagi, bahkan ada sahabat yang telah menjadi musuh, dsb. Tetapi tidak demikian dengan Tuhan. Perlindungannya sempurna. Pertolongannya tepat pada waktunya. Dan terlebih Ia mampu dan mau menolong kita apa pun persoalan hidup kita. Itulah yang disaksikan Daud dalam pembacaan kita, Mazmur 57:1-4. Yang perlu kita lakukan ialah takut akan Dia, dalam arti “erkemalangen” kepadaNya.

Pondok Gede, 28 Mei 2010
Pdt.S.Brahmana

--------------------------------
[1] Bd. Alkitab bahasa Karo
[2] Bd.Matius 12:22-31; Lukas 11:14-26
[3] Dr.H.Hadiwijono, Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal.250