Jumat, 20 November 2009

Asseb-Khotbah Yohanes 11:25-26, Minggu 22 Nopember 2009

Thema:
DI DALAM YESUSLAH ADA HIDUP KEKAL
(Ibas Yesus lit kegeluhen situhu-tuhu)

Introitus : Tesalonika 4:14; Pembacaan : Wahyu 7:9-17
Khotbah : Yohanes 11:25-26

Pendahuluan
Membicarakan soal kematian adalah sesuatu yang tidak lazim, atau kita menyebut sesuatu yang tidak menyenangkan. Seolah-olah kalau kita membicarakan kematian, kematian itu sudah dekat dengan kita. Tidak pernah atau kalau pun ada jarang sekali ada orang yang kumpul, apakah di warung kopi, di kantor atau di tempat-tempat lain, berbicara dengan asik mengenai kematian. Mengapa? Karena kematian dianggap sesuatu yang menakutkan, sesuatu yang membuat orang gentar menghadapinya? Mengapa menakutkan? Berbagai jawaban mengenai hal ini. (1) Karena secara dasariah manusia berkeinginan tetap eksis. Kematian dipandang sebagai lawan dari eksis. (2) Bayang-bayang kerugian, kehancuran, dan bahaya yang mengiringinya membuat kematian suatu yang menakutkan. (3) Pengajaran agama tentang adanya neraka yang sangat menakutkan setelah kematian dan menyadari kehidupan yang masih belum sesuai dengan ajaran agama. (4) Informasi yang disampaikan, apakah itu dari agama tentang bagaimana setelah kematian, dianggap kurang akurat, dsb. Terlepas mengapa kematian itu menakutkan, yang pasti semua manusia pasti mati. Kalau demikian, bagaimana seharusnya kita menyikapi kematian? Apakah kesaksian Alkitab mengenai kematian?
Menurut buku “jalan keselamatan” ada 5 pandangan manusia mengenai kematian.[1] Pertama, kematian adalah “titik” atau “detik” penghabisan. Menurut pemahaman ini dengan kematian selesailah segala sesuatu. Kedua, Kematian suatu tanda tanya, suatu yang misteri atau gelap, yang tidak diketahui manusia. Ketiga, kematian dipahami sebagai kelepasan dari segala sengsaara di dunia ini. Kematian melepaskan manusia dari hal materi (jasadi), sehingga ia menjadi yang rohani saja. Keempat, kematian dianggap sebgai jalan peralihan yang harus dilalui oleh jiwa manusia, ketika ia meninggalkan tubuhnya yang fana, untuk kemudian menjelmakan diri lagi di dunia ini dengan tubuh yang lain. Kelima, kematian dipahami sebagai suatu “titik dua”. Artinya setelah mati hanya ada dua kemungkinan yakni mendapat hidup kekal atau mati yang kekal. Pandanagan kelima inilah yang dikemukakan Alkitab. Dalam Ibrani 9:27 disebutkan: manusia ditetapkan untuk mati satu kali saja, dan sesudah itu dihakimi. Dengan pemahaman ini menekankan bahwa kehidupan manusia sementara di dunia ini mempunyai arti penting yang menentukan bagaimana nantinya setelah kematian.

Pendalaman Nas.
Perikop kita merupakan pembicaraan antara Yesus dan Marta di pinggir desa Betania [2] (± 3 Km ke Yerusalem). Dari seluruh cerita yang secara logika sulit dipahami ini, bagian ini yang paling teologis. Ungkapan Yesus dalam ayat 25 dan 26 tidak sekedar ucapan basa-basi penghiburan sehubungan dengan kebangkitan akhir zaman, sebagaimana dijelaskan oleh jawaban Marta dalam ayat 24. Namun pernyataan yang luar biasa karena menyingkapkan suatu rahasia besar mengenai siapa Yesus dan misinya di dunia ini. “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya”. Dari ayat 25 dan 26, hal penting dikemukakan ialah mengenai “hidup”. Misi Yesus ke dunia ini tidak lain untuk memberikan hidup kepada orang yang percaya kepadaNya, yakni orang yang ditebus oleh darahNya. Hidup yang diberikan Yesus tidak dapat dikurangi atau diputuskan oleh kamatian jasmani. Hidup itu diperoleh melalui kematian, lalu sampai kepada kebangkitan dan kemenangan. Kebangkitan hasil dari pada “hidup” itu. Jadi hidup yang diberikan Yesus bukan hidup yang biasa saja, tetapi hidup rohani yang mengatasi kematian jasmani. Selanjutnya uangkapan “yang percaya kepadaKu”, ungkapan yang disebutkan 2 kali dalam ayat 25 dan 26 harus kita perhatikan betul. Ungkapan ini mengingatkan pentingnya kesempatan hidup di dunia ini. Yang saya maksudkan ialah pada waktu kita hidup di dunia ini harus percaya kepada Yesus, agar kita tidak mati kekal (masuk neraka). Ingat pemahaman Alkitab mengenai kematian yang telah dikemukakan di atas. Kematian adalah suatu titik dua. Artinya setelah mati hanya ada dua kemungkinan. Tidak lebih. Masuk surga atau neraka. Dengan kata lain setelah mati tidak ada lagi kesempatan merubah nasib, atau bertobat agar tidak masuk neraka. Selama hidup di dunia, itulah yang menentukan kita akan kemana[3].

Kalau kita baca dalam Wahyu 7:9-17, disebutkan bahwa mereka yang masuk ke dalam Kerajaan Surga ialah mereka yang telah mencuci jubahnya dan membuatnya putih di dalama darah Anak Domba. Hal ini memang ungkapan simbolis, namun mengandung makna mereka yang dalam iman telah percaya dan setia kepada Yesus, yang nampak dalam kehidupan yang setia sampai mati. Indekator itu disebutkan bahwa "mereka adalah orang-orang yang keluar dari kesusahan yang besar”. Walaupun ada banyak tantangan sebagai konsekwensi iman kepada Yesus, mereka setia bahkan setia sampai mati.

Hal lain yang juga penting diketahui sehubungan dengan dukacita yang disebabkan kematian. Ada 3 kata yang berbeda digunakan dalam keseluruhan cerita untuk menyatakan dukacita dalam cerita Lazarus di bangkitkan. Orang-orang Yahudi menangis (ayat 33) , Maria meratap (ayat 31) dan Yesus menangis dengan hati yang masygul (Ayat 33b, 35, 36). Dikatakan Yesus juga menangis tetapi juga masygul. Kata masygul menunjukkan Yesus disamping sangat terharu juga masygul karena marah. Marah karena apa? Karena dosa dan akibat dosa, yakni kematian. Yesus marah karena dosa dan kematian dan dukacita yang datang oleh sebab dosa manusia. Yesus menangis dengan hati yang masygul juga menyatakan simpati Allah kepada manusia. Dan tentunya tidak hanya sekedar sympati, tetapi selanjutnya Yesus benar-benar membebaskan manusia dari kuasa kematian dengan kematian dan kebangkitanNya. Oleh karena itu benar bahwa di dalam Yesus, percaya kepada Yesus ada jaminan hidup kekal, hidup yang sesungguhnya. Masalahnya ialah apakah kita sungguh-sungguh percaya kepada Yesus, bahwa Dialah kebangkitan dan hidup dan setiap orang yang hidup dan percaya kepadaNya tidak akan mati? Kalau kita percaya, marilah kita berkeyakinan dan berlaku hidup seperti Paulus yang mengatakan: bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah suatu keuntungan.[4] Artinya nampak dalam hidup kita menomor satukan Tuhan.

Pointer Aplikasi
(1) Berbicara tentang hidup berarti juga berbicara mengenai realita kematian. Hidup dan kemudian mati adalah suatu realitas. Dari pemahaman Alkitab, kematian menjadi bagian kehidupan manusia disebabkan dosa. Tidak hanya mati secara jasadi[5], tetapi juga mati secara rohani (berarti mati kekal). Sebab upah dosa adalah maut. [6]

(2) Ada berbagai pemahaman mengenai kematian, namun menurut Alkitab, kematian suatu titik dua. Artinya setelah kematian manusia akan dihakimi apakah masuk sorga atau neraka. Itu berarti selama kehidupan di dunia inilah yang menentukan dua hal tersebut.

(3) Seharusnya kematian tidak lagi sesuatu yang menakutkan bagi kita. Kesaksian Alkitab sangat jelas bahwa Yesus telah mengalahkan kematian dengan kematian dan kebangkitanNya. Hal ini telah ditegaskan Yesus kepada Marta, bahwa Yesuslah kebangkitan dan hidup. Artinya kematian memang harus dilalui manusia, namun setiap orang yang percaya kepadaNya akan hidup walaupun ia sudah mati dan kehidupan itu adalah kehidupan yang sesungguhnya, kehidupan kekal bersama Allah di surga.

(4) Beragam cara orang menyikapi hidup yang singkat di dunia ini. Tergantung pendekatannya berdasarkan apa, walaupun kadang pendekatan tersebut tidak selalu mempengaruhinya, katakanlah itu pendekatan iman kristen. Dosa dan keinginan daging cendrung membawa manusia melupakan adanya kematian kekal, dan kehidupan kekal bagi orang yang setia hidup di jalan Tuhan. Sehingga ia lebih mengutamakan kebahagiaan di dunia ini. Tritunggal dunia (harta, kedudukan dan prestise) mempunyai daya tarik yang luar biasa bagi manusia sehingga menjadikannya sebagai tujuan hidup yang utama. Dalam Kecendrungan tersebut mereka tidak sadar semakin jauh dengan jalan Tuhan, walaupun mereka kelihatan sebagai orang yang taat beragama. Benar ketaatan menjalankan agama, bahkan menjadi “pejabat” agama tidak menjamin apa-apa jikalau tidak diikuti sikap hidup mengasihi Allah dan mengasihi sesama manusia. Ingatlah apa yang dikatakan Yesus dalam Matius 7:21-23 bahwa tidak semua orang yang berseru Tuhan-Tuhan masuk ke dalam kerajaan sorga, melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa yang di sorga. Karena itu melalui renungan minggu ini mengingatkan kita agar pesona dunia ini tidak menggelapkan kesadaran kita akan kefanaan atau kepastikan kematian manusia, setelah itu akan di hakimi. Keputusan hakim memposisikan kelompok kambing atau domba, sebelah kiri atau kanan tidak bisa lagi di ganggu gutat[7]. Karena itu sebelum terlambat percayalah kepada Yesus bahwa hanya di dalam dia ada kehidupan kekal.
Pondok Gede, 20 Nopember 2009
Pdt.S.Brahmana
-----------------------
[1] Werner Pfendsack-H.J.Visch, Jalan Keselamatan. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001, hal.11-12
[2] Sampai sekarang Betani dikenal dengan nama Azariyah, yang berasal dari nama Lazarus (William Barclay, Pemahaman Alkitab setiap hari Yohanes Ps.8-21. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1999, hal.161
[3] Ingat cerita Orang kaya dan si Lazarus yang miskin dalam Lukas 16:19-31
[4] Filipi 1:21
[5] Kejadian 3:19
[6] Roma 6:23
[7] Bd. Matius 25:31-46


Rabu, 11 November 2009

asseb-Khotbah 2 Timotius 1:6-12, Minggu 15 Nopember 2009

Thema:
Masihkah perlu memberitakan Injil?
(Tetaplah berkobar semangat pemberitaan Injil)
Introitus: 2 Timotius 4:5b; Pembacaan : Yesaya 43:8-13; Khotbah : 2 Timotius 1:6-12
Pendahuluan
Masih perlukah memberitakan Injil? Demikian pertanyaan yang dikemukakan dalam salah satu “Facebook”. Memang beragam yang memberi komentar dan jawaban. Namun semuanya sepakat bahwa memberitakan Injil itu masih perlu dilakukan bahkan harus tetap dipahami sebagai hal yang penting. Berbagai ayat dikutip mengenai hal ini[1]. Namun salah satu komentar yang menarik buat kita renungkan yang mengatakan bahwa penginjilan kepada gereja mungkin lebih diperlukan saat ini. Saya tidak tahu secara pasti kemana arah ungkapan ini. Namun pernyataan ini menurut saya sangat menggelitik. Mengapa?
Bukankah gereja dalam arti sebenarnya yang ditugasi memberitakan Injil? Kalau gereja harus diinjili, sipakah yang menginjili? Bukankah Pendeta, Evanglis, Majelis juga merupakan bagian dari gereja?[2] Kita tidak usah berdebat mengenai hal ini. Namun pesan yang saya tangkap melalui komentar ini agar kita semua sebagai orang percaya (gereja) tetap memiliki kemauan dan semangat yang berkobar dalam memberitakan Injil baik keluar maupun ke dalam[3].

Pendalaman Nas
Bagian perikop kita merupakan nasehat Paulus kepada Timotius anak rohani[4] Paulus. Paulus sangat mengasihi Timotius. Paulus juga sangat mengenal Timotius. Timotius pembawaannya sangat halus, pemalu dan agak penakut[5] namun mempunyai iman yang tulus iklas[6] (iman yang tidak munafik). Oleh karena itu, ketika Paulus merasa hidupnya tidak lama lagi (akan dihukum mati dalam waktu dekat), ia menulis surat 2 Timotius ini dari penjara Roma. Tentu tidak hanya itu. Tidak hanya disebabkan rasa kesepian dan firasat kematian yang membuat Paulus menulis surat ini, tetapi juga karena mengetahui bahwa Timotius menghadapi kesukaran dan menyadari akan kemungkinan penganiayaan berat dari luar gereja dan adanya guru-guru palsu di dalam gereja, Paulus merasa perlu menasihatkan Timotius agar tetap bertekun dalam memelihara Injil, memberitakan Firman Allah, menanggung kesukaran dan melaksanakan tugas-tugasnya.

Membaca perikop kita, 2 Timotius 1:6-12, nasehat Paulus dimaksudkan:
(1) Agar Timotius menyadari kekuatan yang dimiliki. “Karena itu (ayat 6), ini menunjuk ayat sebelumnya yakni menyangkut iman yang dimiliki Timotius. Timotius memiliki iman yang sejati dan itu berarti ia memiliki kuasa – memiliki kekuatan yang sangat besar[7], karena apa? Karena iman itu memungkinkan kasih karunia Allah bekerja dengan leluasan dalam hidup seseorang. Dalam hal ini mengobarkan karunia Allah yang ada pada Timotius, yakni karunia kuasa Roh untuk melakukan tugas pelayanan. Karunia itu telah diterima Timotius pada waktu penumpangan tangan Paulus atasnya. Sekarang yang perlu dilakukan Timotius ialah memelihara dan mengobarkan melalui iman. Karena itu Paulus mengharapkan Timotius tidak menjadi takut, menjadi malu dan kemudian menjadi kendor atau menjadi tidak lagi bersemangat melakukan tugas-tugas pelayanannya, khususnya dalam hal memberitakan Injil disebabkan tantangan yang demikian berat dan kemungkinan penganiayaan yang lebih berat lagi bakal dialami.

(2) Agar Timotius memahami bahwa anugrah keselamatan yang diberikan “berwajah rangkap” yakni sekaligus memanggilnya memberitakan Injil. Paulus mau, pemahaman yang telah dimilikinya mengenai anugrah keselamatan juga menjadi pemahaman Timotius. Manusia beroleh selamat hanya oleh karena anugrah. Artinya bukan sebagai hasil usaha, atau pekerjan baik dari manusia melainkan sebagai pemberian/anugrah[8]. Kalau demikian bagaimana sikap kita? Tandanya kita memahami dan mengamini akan hal ini, kita seharusnya mengucap syukur dan lebih dari itu kita terdorong atau terpanggil menyaksikan atau memberitakan perbuatan keselamatan yang telah dikerjkan Allah bagi kita. Istilah yang dipakai Paulus dalam hal ini “berhutang”. Ia mengatakan dirinya orang yag berhutang – berhutang untuk memberitakan Injil. Tidak hanya itu, Paulus juga mengatakan “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil”[9]. Hal ini jugalah nasehat Paulus kepada Timotius yakni agar tetap bersemangat dalam melayani Tuhan melalui tugas panggilannya. Kita bersaksi, kita memberitakan Injil, kita melakukan tugas pelayanan kita dengan sungguh-sungguh berdasarkan atau diakibatkan karena (1) keselamatan dan, (2) panggilan.

(3) Agar Timotius juga menyadari bahwa setia mengikut Tuhan, rajin dan tetap bersemangat dalam memberitakan Injil bukan berarti telah menjadi steril dari penderitaan atau masalah. Bahkan kadang kuantitas dan kualitas penderitaan itu semakin meningkat[10]. Apakah kita kemudian menjadi kendor dan kemudian mundur? Tentunya tidak. Nasehat Paulus kepada Timotius dan juga kepada kita yakni agar kita tidak menjadi malu (tidak menjadi patah semangat), sebab bisa jadi ada orang yang mengatakan bahwa itu tandanya kita kurang beriman. Bila itu yang terjadi, ingatlah bahwa Dia yang telah menyelamatkan kita sekaligus memanggil kita adalah Allah mempunyai kuasa untuk memelihara kita sampai pada hari Tuhan.

Pointer Aplikasi
(1) Setiap orang percaya terhisap kedalam panggilan “umum”, yakni menyaksikan Tuhan Yesus Sang Juruslamat itu kepada siapa saja. Namun kata “menyaksikan” (memberitakan Injil) tidak harus melulu dengan kata-kata memperkenalkan serta mengajak supaya percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi juga dengan sikap hidup[11]. Karena itu tidak boleh membuat alasan bahwa tugas memberitakan injil semata-mata tugasnya pendeta atau majelis jemaat.

(2) Panggilan untuk memberitakan Injil sangat jelas dan alasannya pun sangat jelas, tidak lain: (a) karena kehendak Allah (2 Petrus 3:9); (b) Karena perintah Kristus (Matius 28:18-20); (c) Karena dorongan kasih (2 Korintus 5:14-15); (d) karena perasaan berhutang (Roma 1:14); (e) karena kebutuhan manusia yang urgen dan dasar. Kebutuhkan manusuia yang paling mendesak dan paling mendasar bukan uang, bukan materi, bukan kedudukan, bukan gelar, melainkan Injil Yesus Kristus[12]; (f) karena jiwa berharga (Yesaya 43:4). Karena itu nasehat Paulus kepada Timotius juga menjadi nasehat kepada kita agar semangat memberitakan Injil tetap berkobar dalam diri kita. Gereja yang tidak lagi memberitakan Injil dapat dikatakan gereja yang bukan lagi gereja dalam arti yang sebanarnya. Gereja yang mati. Semoga gereja kita bukan gereja yang mati.

(3) Khusus penginjilan keluar, mungkin ada diantara kita tidak punya waktu untuk pergi ke tempat-tempat yang masih “perlu” dilakukan pemberitaan Injil. Tetapi kita punya dana/materi. Dalam semangat memberitakan Injil, apa yang kita punyai tersebut dapat kita gunakan untuk memberitakan Injil keluar dengan menjadi penyandang dana bagi orang yang mempunyai waktu untuk memberitkan Injil kemana saja. Singkatnya, gunakanlah segala sesuatu yang ada pada kita (apa pun itu) dalam rangka memberitakan Injil. Itulah salah satu indikator bahwa benar kita sudah menerima anugrah keselamatan.

Pondok Gede, 11 Nopember 2009
Pdt.S.Brahmana
----------------------------------
[1] Seperti: Matius 28:18-20; Matius 24:18; Yeheskiel 3:18; Markus 16:15; Matius 5:16, 44; Matius 25:45; Lukas 6:32-35
[2] Memang setiap orang percaya terhisap kedalam panggilan umum dan khusus. Panggilan umum artinya bahwa setiap orang percaya tenpa terkecuali dipanggil untuk memberitakan Injil baik melalui perkataan maupun perbuatan. Dan panggilan khusus, mereka yang dipanggil khusus dari antara orang percaya tersebut untuk secara khusus sesuai dengan karunia pemberian Allah untuk membangun jemaat. Agar jemaat secara bersama-sama bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah (Kolose 1:10), atau dengan kata lain bertumbuh di dalam segala hal Dia, Kristus, yang adalah kepala (Efesus 4:15).
[3] “Ke dalam” yang dimaksud adalah upaya membina warga gereja secara terus-menerus agar bertumbuh dalam pngenalan yang benar akan Kristus yang nampak dalam sikap hidup yang berubah dan berbuah. Dan istilah PI ke dalam di pergunakan GBKP (gereja Batak Karo Protestaan) untuk mengingatkan agar bidang Marturia juga tetap menjadikan sasaran memberitakan Injil terhadap jemaat/orang kristen yang “tidak lagi hidup dalam iman”.
[4] Bd. Timotius 1:2
[5] Ada kemungkinan pembawaan halus, pemalu dan agak penakut yang dimiliki Timotius dikarenakan ia dididik oleh 2 orang wanita tanpa adanaya pengaruh seorang peria (Dr.R.Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I & II Timotius dan Titus. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997, hal.78).
[6] 2 Timotius 1:5
[7] Ingat ungkapan Yesus dalam Matius 17:20, Lukas 17:6, bahwa jika kita memiliki iman sebesar biji sesawi dapat memindahkan gunung.
[8] Baca Efesus 2:8-9
[9] 1 Korintus 9:16b
[10] Ingat ilustrasi pohon kayu. Semakin tinggi sebatang pohon semakin kuat pula angin menerpanya.
[11] Ilustrasi: Saksi yang tidak dikenal. Seorang ratu Kristen, hidup di dataran tinggi Nairobi, Kenya. Ratu ini mengangkat seorang muda untuk dipekerjakan sebagai pelayan rumah. Hari demi hari berlalu dan tanpa disadari sang Ratu, pemuda ini selalu memperhatikan gerak-geriknya sebagai orang Kristen.
Sesudah 3 bulan, pemuda pelayan rumah itu meminta diri dan berkata bahwa ia ingin pindah kerja pada seorang syekh yang ramah dekat rumah Ratu. Ratu sangat keberatan ia pindah, lalu bertanya, "Apakah gajimu masih kurang?"
"Maaf Ratu, saya tidak mencari gaji yang lebih tinggi, tetapi saya ingin memutuskan apakah saya akan menjadi seorang kristen atau muslim", jawabnya dengan polos. "Untuk itulah saya bekerja 3 bulan pada Ratu dan saya ingin bekerja 3 bulan lagi pada syekh itu."
Ratu sangat menyesal ketika ia mengingat kembali bagaimana ia telah membentak-bentak pelayannya, berlaku curang dan masih banyak lagi kekurangannya. Ratu menyesal tidak menunjukkan teladan yang baik sebagai seorang Kristen. Dan Ratu hanya dapat berkata, "Mengapa hal itu tidak kamu katakan pada permulaan?"
Ingatlah bahwa sebagai orang kristen, orang-orang dunia sedang memperhatikan kita. Mereka menginginkan teladan Kristus di dalam kita sebelum mereka memutuskan untuk menerima Kristus (Baca 2 Korintus 3:2,3).
[12] Uang dapat membeli tempat tidur, tetapi bukan tidur. Uang dapat membeli buku, tetapi bukan otak. Uang dapat membeli makanan tetapi bukan selera. Uang dapat membeli pakaian yang indah tetapi bukan kecantikan. Uang dapat membeli rumah tetapi bukan suasan RT yang rukun. Uang dapat membeli obat tetapi bukan kesehatan. Uang dapat membeli barang mewah tetapi bukan kebudayaan. Uang dapat membeli hiburan tetapi bukan kebahagiaan. Uang dapat membeli kalung salib tetapi bukan Juruselamat.

Senin, 09 November 2009

KEBAKTIAN PADANG GBKP PONDOK GEDE TAHUN 2009 DI CIBUBUR

Salah satu ciri khas GBKP Pondok Gede, setiap tahun melaksanakan kebaktian padang yang dilaksanakan pada bulan Agustus. Karena kebaktian padang ini merupakan kebaktian seluruh jemaat, agar terlaksana dengan baik diangkat panitia. Tahun ini panitia diketuai Pt.Darwin Tarigan, wakil ketua Pakat ginting, sekretaris Dk.Nd.Dessy Br.Sinulingga, bendahara Pt.Syukursyah Ginting dan seksi-seksi. Awalnya panitia merencanakan pelaksanaan Kebaktian Padang di Ciater-Subang (Jawa Barat) nanum mingingat jarak yang jauh, l/k 3 jam perjalanan dan dana yang dibutuhkan juga cukup besar maka setelah dibicarakan beberapa kali baik di Sermon maupun Sidang Majelis diputuskan dilaksanakan Minggu 23 Agustus 2009 di Cibubur, tepatnya di taman Rekreasi Wiladatika.
Pilihan tempat di Cibubur bukan saja karena dekat dan biaya lebih ringan tetapi juga karena tempat ini dianggap memenuhi syarat yakni lokasinya luas dan mempunyai fasilitas bermaian anak-anak.

Agar semua jemaat dapat ikut mengambil bagian, panitia telah menyediakkan bus bagi jemaat yang tidak punya kendraan. Titik berkumpul dipusatkan di Molek pada jam 07.00 Wib. Demikian juga tiket masuk dan parkir ke lokasi tempat ibadah padang tidak dibebankan kepada jemaat. Mengenai konsumsi sebagaimana biasanya disediakan masing-masing anggota jemaat.

Kebaktian dimulai jam 09.00 Wib yang dipimpin oleh liturgis Pt.Bp.Budiman Sitepu, khotbah Pdt.S.Brahmana,S.Th, MA. Dalam khotbahnya berdasarkan Mazmur 133:2-3, Pdt.S.Brahmana mengingatkan jemaat betapa pentingnya kehidupan persekutuan yang rukun/yang harmonis sebab kesanalah Allah memberikan berkatNya. Supaya dapat hidup dengan rukun, lebih jauh pendeta ini menjelaskan bahwa jemaat harus saling menghargai sebagaimana Kristus sudah lebih dahulu menghargainya dengan mau berkorban melalui kematianNya di kayu salib. Tuhan mau agar manusia bukan seperti istilah Thomas Hobbes, Homo Homini Lupus (manusia menjadi serigala atas sesamanya) tetapi menjadi homo homini homo (manusia menjadi manusia bagi sesamanya). Dan itu berarti hidup sebagai saudara yang saling menghargai dan mengasihi. Dalam kebaktian juga ditampilkan Vocal Group sektor 5 yang dikoordinir Aristarkus Ginting dengan judul lagu: “Ota Darami”. Jemaat yang hadir 409 orang, 290 orang jemaat dewasa dan 119 orang KA-KR, Kolekte Rp.3.689.000.


Setelah kebaktian selesai dilanjutkan acara pengumpulan dana untuk pembangunan gereja. Sebelum acara ini dilakukan, terlebih dahulu Pt.Dasma Sinulingga (ketua Runggun GBKP Pondok Gede) dan panitia pembangunan yang di wakili Pt.Sudiaman Ginting dan Pt.Malemteta Ginting memberi kata sambutan dan penjelasan. Kebaktian padang tahun ini memang sedikit berbeda dengan 3 tahun terakhir. Kebaktian padang di Cibodas tahun 2006 telah diputuskan tidak ada lagi pengumpulan dana sebagai mana tahun-tahun sebelumnya yang dimulai sejak tahun 1981. Namun mengingat panitia pembangunan gereja defisit ± Rp. 72 juta untuk membangun ruangan poliklinik, KA-KR dan Rumah PKPW, maka salah satu kegiatan yang dilaksanakan ialah pengumpulan dana dengan cara mengedarkan blangko isian kepada masing-masing keluarga dan permata yang sudah punya pengasilan. Puji Tuhan, jemaat yang mengambil bagian ada 122 pengakuan dengan jumlah dana yang terkumpul Rp.91.150.000. Panitia dan Runggun sangat bersyukur sebab tidak saja defisit pembangunan teratasi tetapi juga dari kelebihan dana yang terkumpul dapat dimanfaatkan untuk pembangun atau pengadaan fasilitas gereja.

Setelah selesai makan siang dilanjutkan acara keyboard. Acara ini seharusnya dipimpin Pt.Jasa Tarigan (Bp.Jenari) sebagai salah satu seksi acara, namun karena berhalangan tugas ke Pekan Baru digantikan Darta Sembiring (Bp.Mery). Setelah Pendeta, Pertua/Diaken, nora/naras menari dilanjutkan menari berdasarkan marga. Mulai dari marga Karo-karo, Ginting, Sembiring, Perangin-angin dan Tarigan, tidak ketinggalan juga permata, anak KA-KR, guru-guru KA-KR dan Lansia. Walaupun sudah lansia ternyata menari dan menyanyinya tidak kalah dengan yang masih muda. Pada jam 16.00 WIB acara selesai dengan ditutup doa oleh Pdt.S.Brahmana (asbrahm/SB).

PUASA YANG SESUNGGUHNYA IALAH DIAKONIA YANG MEMBEBASKAN

Introitus : "Matius 7:12za; Pembacaan: 2 Korinti 9:6-15; Khotbah: Yesaya 58:4-12

Pendahuluan
Istilah puasa dalam Alkitab bukanlah sesuatu yang asing. Mulai sejak nabi Musa (Kel.34:28), hampir semua tokoh besar dalam Alkitab mempraktekkan puasa dalam hidupnya. Kita ambil contoh seperti Elia, Ester, Daniel, Yesaya, Daud, nabiah Hana[1], Yesus, Paulus, demikian juga dalam sejarah gereja seperti Yohanes Calvin[2]. Karena itu tradisi puasa tidak hanya dimiliki saudara kita Islam. Bahkan sampai hari ini saudara kita gereja Katolik melakukan tradisi puasa. Demikian juga saudara seiman di gereja Pentakosta atau yang mengikuti aliran karismatik yang sering melakukan ibadah “doa-puasa”.

Memang benar, dalam Perjanjian Baru kita tidak banyak mendapat penjelasan mengenai puasa, namun tidak berarti puasa tidak penting. Dalam Matius 17:21 menyebutkan pentingnya berpuasa sehubungan dengan pengusiran setan tertentu. Juga dalam Matius 6:16: “Dan apabila kamu berpuasa,…" Kata apabila artinya adalah sebagai orang Kristen, pada suatu saat kita akan berpuasa[3]. Hanya waktunya sebaiknya tidak diwajibkan oleh agama, karena niat berpuasa timbul dari masing-masing pribadi[4]. Karena itu saya setuju dengan istilah yang dikemukakan Wiharja Jian mengenai puasa sebagai aktivitas senyap[5]. Artinya bukan suatu aktivitas demonstratif yang patut diketahui dan dikenali umum, melainkan hanya ditujukan dan dialamatkan kepada Bapa di tempat yang tersembunyi[6]. Dari penjelasan ini puasa tidak boleh disalahgunakan sebagai aktivitas pamer untuk menunjukkan kedalaman spiritualitas. Melainkan puasa sebagai aktivitas senyap yang nampak dalam sikap hidup yang semakin sadar siapa dirinya dihadapn Allah, yakni sebagai orang yang telah dikasihani – orang yang telah ditebus dari kematian kekal akibat dosa sehingga menimbulkan rasa syukur yang dalam yang dinampakkan dalam kehidupan yang berdiakonia/melayani – menjadi sesama bagi semua manusia tanpa terkecuali[7]. Atau dengan kata lain mengembalikan kesadaran umat kepada tujuan dan makna hidup yang sesungguhnya.

Pendalaman Nas
Kalau kita memperhatikan pembagian kitab Yesaya, nas kita dikelompokkan pada bagian Trito Yesaya (Psl.55-66), yang menceritakan kehidupan bangsa Israel setelah pulang dari pembuangan Babel. Nas kita (Yesaya 58:4-12) merupakan kritikan terhadap ibadah umat Israel, dalam hal ini sehubungan dengan cara mereka berpuasa.

Satu hal yang positif bahwa umat Israel sekembali mereka dari pembuangan Babil, mereka masih melakukan ibadah dengan rajin, rajin mengkaji kebenaran di dalam hukum Allah (ayat 2-3) dan juga rajin berpuasa tentunya dengan harapan besar agar Tuhan mengabulkan atau memberikan apa yang menjadi harapan mereka sebagai bangsa yang baru “merdeka” yakni untuk hidup sejahtera. Tidak disebutkan apakah puasa dilakukan secara bersama-sama (keseluruhan umat), secara kelompok atau pribadi-pribadi, juga jenis puasa yang dilakaukan dan lamanya berpuasa[8]. Hal ini dikemukakan karena dalam Perjanjian Lama hanya ada satu praktek puasa yang ditentukan yaitu pada saat hari Pendamaian (hari pengampunan dosa – Im 16; 23:26-32). Saat itu, seluruh bangsa Israel merayakan hari itu dengan berpuasa dan beristirahat. Namun sebagaimana telah disebutkan bahwa praktek puasa sudah biasa dilakukan dalam kehidupan umat Israel sejak nabi Musa, baik secara perorangan (mis, 2 Samuel 12:22) mapun kadang-kadang secara bersama-sama (mis, Hakim 20:26; Yoel 1:14).

Selain kewajiban hukum agama, biasanya ada dua alasan seseorang atau sekelompok orang berpuasa, yaitu: bukti lahiriah dukacita[9] dan pernyataan pertobatan[10]. Berpuasa juga kerap kali dilakukan dengan tujuan memperoleh bimbingan dan pertolongan Allah[11] atau meminta kuasa dalam memerangi setan[12]. Ada juga orang yang berpuasa demi orang lain[13]. Apapun tujuannya, praktek puasa harus diikuti penyerahan diri kepada Tuhan yang tampak dalam kelakuan hidup yang baik. Sebab praktek puasa tanpa diikuti sikap hidup yang benar adalah sia-sia. Artinya doa mereka, harapan mereka tidak akan dikabulkan Tuhan (ayat 4b). Hal inilah yang dikeritik nabi Yesaya dalam perikop kita sebab nampak kecendrungan praktek puasa yang dilakukan umat telah merosot menjadi kebiasaan leglistik - sekedar upacara ritual tanpa penyerahan diri kepada Tuhan (bd. Zakaria 7:5), dan menjadi perilaku yang munafik (Matius 16:6) demi untuk membenarkan diri sendiri (Lukas 18:12). Puasa telah kehilangan maknanya. Itulah sebabnya dalam ayat 6-7 nabi Yesaya dengan keras menekankan arti puasa yang benar.
Memang puasa dilakuakan dalam relasi antara manusia dengan Tuhannya, namun relasi dengan Tuhan itu seharusnya juga berdampak positif dalam relasi dengan sesama. Bila puasa demikian yang dilakukan, lebih dari yang diharapkan akan diberikan Allah kepada umatNya, juga diberikan kepada kita. Itulah janji yang terkandung dalam ayat 8-12: (a) Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu (kesehatan jasmani dan rohani). (b) Pada waktu itulah engkau akan memanggil dan TUHAN akan menjawab, engkau akan berteriak minta tolong dan Ia akan berkata: Ini Aku! (hubungan yang mesra dengan Tuhan, diumpamakan hubungan bapa daan anak) (c) TUHAN akan menuntun engkau senantiasa dan akan memuaskan hatimu di tanah yang kering, dan akan membaharui kekuatanmu; engkau akan seperti taman yang diairi dengan baik dan seperti mata air yang tidak pernah mengecewakan. (d) Engkau akan membangun reruntuhan yang sudah berabad-abad, dan akan memperbaiki dasar yang diletakkan oleh banyak keturunan. Engkau akan disebutkan "yang memperbaiki tembok yang tembus", "yang membetulkan jalan supaya tempat itu dapat dihuni"

Pointer Aplikasi

(1) Puasa[14] adalah aktivitas senyap. Artinya bukan suatu aktivitas demonstratif yang patut diketahui dan dikenali umum, melainkan hanya ditujukan dan dialamatkan kepada Bapa di tempat yang tersembunyi. Kemungkinan hal inilah yang menyebabkan mengapa kita (secara umum kristen protestan) tidak menekankan puasa sebagai suatu keharusan yang menjadi syariat agama. Namun tidak berarti pula bahwa puasa tidak penting. Praktek puasa baik dilakukan dengan tujuan: (1) merendahkan diri di hadapan Allah, (2) untuk menyatakan rasa kasih kita kepada Tuhan Yesus, (3) untuk mendisiplinkan tubuh kita dari keinginan duniawi, salah satu cara untuk menyangkal diri. (4) Untuk menambah rasa simpati kepada sesama, agar bisa merasakan penderitaan orang lain. (5) Untuk meminta jawaban Tuhan atas permasalahan kita. (6) Untuk mengusir jenis setan tertentu yang hanya bisa diusir dengan doa puasa.

(2) Puasa yang benar bukan sekedar tidak makan dan tidak minum dengan jangka waktu tertentu. Puasa bukanlah tujuan melainkan sarana untuk mengembalikan kesadaran umat kepada tujuan dan makna hidup yang sesungguhnya yakni dapat menjadi umat yang berkenan kepada Allah dan menjadi sesama bagi manusia yang lain. Dalam arahan thema kita, puasa yang sesungguhnya haruslah berdampak pembebasan terhadap semua bentuk pengkerdilan harkat dan martabat manusia sebagai ciptaan Allah. Itu berarti praktek puasa sangat relevan dilakukan pada jama kita sekarang ini. Bukankah kemiskinan, ketidak adilan, diskriminasi, dll, yang merupakan musuh kemanusiaan masih tumbuh “subur” di republik ini?
Pondok Gede, 6 Nopember 2009
Pdt.S.Brahmana
---------------------------------

[1] Lukas 2:36-37
[2] Wiharja Jian, Puasa aktivitas Senyap. Jakarta: BKP Gunung Mulia, 2000, hal.1
[3] Bd. Matius 9:15
[4] Inilah sebabnya mengapa dalam kristen protestan puasa tidak dijadiakan sebagai suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh umatnya.
[5] Wiharja Jian, ibid, hal ix
[6] Bd.Matius 6:16-18
[7] Bd.Lukas 10:30-37 dan Matius 7:12 (introitus).
[8] Walaupun tidak disebutkan, namun secara umum praktek puasa yang dilakukan dalam Alkitab dari mata hari terbit dan matahari terbenam (Hakim 20:26; 1 Samuel 14:24; 2 Samuel 1:12; 3:35) tidak makan dan minum.
[9] 1 Samuel 31:13; Ester 4:3; Mazmur 35:13-14
[10] 1 Samuel 7:6; 1 Raja 21:27; Daniel 9:3-4; Yunus 3:5-8, hal ini juga dikemukakan Drs.J.J.de Heer dalam Tafsiran Alkitab Injil Matiu(Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1994), hal.107
[11] Keluaran 34:28; 2 Samuel 12:16-23; 2 Tawarik 20:3-4; Ezra. 8:21-23,
[12] Matius 17:21;Markus 9:29
[13] Ezra 10:6; Ester 4:15-17
[14] Tip melakukan Pusa: http://www.jesuswho.org/indonesian/7steps/index.htm

BERITA ACARA SERAH TERIMA

BERITA ACARA SERAH TERIMA
JABATAN KEPENGURUSAN BP.G B K P RUNGGUN PONDOK GEDE

Pada hari ini, Minggu, tanggal dua puluh tuiuh bulan September, tahun dua ribu sembilan, pada kebaktian Minggu kedua (pukul 09.00WIB) dilaksanakan SERAH TERIMA jabatan Kepengurusan Badan Pengurus yang lama (Periode 2004 - 2009) kepada Kepenaurusan Badan Pengurus yang baru Periode 2009 - 2014.

SERAH TERIMA ini dilaksanakan sesuai dengan TATA GEREJA GBKP BAB IVPasal 19 butir la dan BAB IV Pasal 21 butir 1 serta SK Klasis Jakarta - Banduna No.: 078 / SK / KIsJB,/IX / 2009, agar pelaksanaan pelayanen Kepengurusan di GBKP Majelis / Runggun Pondok Gede berlangsung sebagaimana mestinya.

Yang diserah terimakan:
1) Surat-surat:

  • 1 buah Stempel
  • Warta Jemaat dari tahun …..
  • Daftar hadir Rapat Majelis, Sermon, dll
  • d. …..
2) Inventaris Gereja Terlampir
3) Keuangan
  • Laporan keuangan sampai bulan September
  • Uang tunai Rp.
  • Buku Bank
  • d ......

Dengan terlaksananya SERAH TERIMA ini, segala hal yang berhubungan dengan tanggungjawab / Pelayanen Kepengurusan di GBKP Majelis / Runggun Pondok Gede beralih dari Pengurus BP. Periode 2004 - 2009 ( Ketua Runggun Pt.Dasma Sinulingga ) kepada Badan Pengurus (BP) Periode 2009 -2014 (Ketua Runggun Pdt.Sabar Brahman. S.Th.MA.).

SERAH TERIMA ini dilakukan menjadi kelengkapan dari peiaksanaan SK.KIasis GBKP Jakarta Bandung No.:078 / SK / KIsJB. / IX / 2009, dengan ditandatangani oleh yang bersangkutan yaitu : Pt.Dasma Sinulinaaa dan Pdt.Sabar Brahmana, S.Th.MA. serta disaksikan oleh BP.GBKP Klasis Jakarta Banduna.

Demikian SERAH TERIMA ini dilakukan untuk memenuhi TATA GEREJA GBKP, dan demi tercapainya kelancaran pelayanen dengan disaksikan oleh jemaat GBKP Runggun Pondok Gede, dengan harapan kesinambungan pelayanan Badan Pengurus di GBKP Majelis / Runggun Pondok Gede dapat terlaksana demi kemulianNya.

Catatan:
Yang belum diserah terimakan:
1) ……………
2) ……………..

Pondok Gede, 27 September 2009

Yang Menyerahkan Yang Menerima,


(Pt.Dasma Sinulingga) (Pdt.Sabar Brahmana, S.Th.MA.)

Disaksikan oleh: BP.KIasis Jakarta-Bandung


(Pdt. Esra Bukit, S.Th.)