Jumat, 26 Maret 2010

Asseb-Khotbah Markus 14:3-9, Minggu 28 Maret 2010

Thema:
MULIAKANLAH DIA (YESUS)
(Pehagalah[1] Yesus Kristus e!)
Introitus: Yohanes 12:13; Pembacaan: Imamat 23:39-44
Khotbah: Markus 14:3-9
Pendahuluan
Memuliakan Allah atau mengagungkan Allah, itu harus kita lakukan sebagai orang yang menyebut diri orang kristen atau pengikut Kristus. Bagaimana caranya? Tentulah tidak hanya melalui sermonial ibadah, tetapi juga melalui kelakuan kita, perbuatan kita atau sikap hidup kita.

Pernah terjadi seorang ketua MPR dalam melantik seorang presiden dan wakil presiden melakukan beberapa kali kesalahan dalam mengucapkan nama presiden. Hal ini membuat orang-orang mencemohkannya atau memandang rendah. Dan lebih jauh ternyata hal ini tidak saja mendatangkan malu bagi ketua MPR tersebut tetapi juga ketua dan semua konsituen partai darimana ketua MPR tersebut berasal. Hal ini dikemukakan sebagai analogi kekristenan kita. Kita disebut kristen artinya pengikut Kristus. Dan panggilan kita memberitakan kabar kesukaan, kabar keselamatan yang dikerjaakan oleh Yesus Kristus Tuhan kita. Oleh karena itu hidup kita yang telah berubah dan berbuah sebagai bukti kita telah menerima anugrah keselamatan akan membuat orang semakin berkeinginan tahu lebih jauh tentang Yesus Kristus, tetapi apa bila sebaliknya orang-orang akan mencemohkannya dan tidak mau tahu lebih jauh tentang Yesus. Analogi yang lain mengenai anak sekolah. Kalau anak pintar, anak berprestasi di sekolah siapa yang mendapat pujian? Sudah pasti gurunya dan orang tuanya. Demikian juga dalam hubungannya dengan kehidupan kita sebagai orang kristen. Jika kita hidup berdasarkan buah-buah Roh[2] sudah pasti Allah dimuliakan, ditinggikan, dibesarkan.

Pendalaman Nas
Markus 14:3-9 yang menjadi perikop renungan kita ada di bawah judul “Yesus diurapi”. Peristiwa ini terjadi di sebuah desa Betani tepatnya di rumah Simon si kuasta. Disebutkan pada waktu Yesus duduk makan datanglah seorang perempuan membawa suatu buli-buli pualam berisi minyak narwastu murni yang mahal harganya. Setelah dipecahkannya leher buli-buli itu, dicurahkannya minyak itu ke atas kepala Yesus.
Tidak disebutkan siapa perempuan ini. Markus tidak merasa penting menyebutkannya. Yang mau ditekankan oleh Markus adalah perbuatan perempuan ini. Minyak Narwastu adalah jenis minyak yang sangat mahal. Diperkirakan minyak wangi yang dibawa perempuan ini seharga 300 dinar. Kita dapat banyangkan berapa harganya kalau kita rupiahkan dengan pehitungan 1 dinar sama dengan upah sehari kerja. Kalau upah sehari kerja saat ini rata-rata 30 ribu berarti minyak Narwastu yang dibawa perempuan tersebut seharga Rp. 9 juta. Tidak tanggung-tanggung, minyak yang diatuangkan ke atas kepala Yesus tidak hanya beberapa tetes, tetapi disebutkan setelah dipecahkannya leher botol minyak tersebut lalu seluruh isinya dicurahkan ke atas kepala Yesus.

Memang tidak disebutkn apa alasan perempuan yang menurut Injil Yohanes bernama Maria tersebut. Namun yang jelas tindakan perempuan ini sangat luar biasa. ia mempersembahkan seluruh minyak narwastu murni yang mahal itu kepada Yesus dalam suatu sikap yang sangat tidak lazim. Hal ini menyatakan cinta kasih dan penghormatannya kepada Tuhan Yesus yang sangat besar. Dengan kata lain Perempuan ini berani menyatakan iman dan kasihnya dengan pengorbanan materi dan perasaan. Itulah caranya menghormati, memuliakan dan mengagungkan Yesus.

Lebih jauh Yesus membela perbuatan perempuan tersebut. Dalam ayat 4 dan 5 disebutkan ada orang yang menjadi gusar dan bahkan memarahi perempuan tersebut atas apa yang telah dilakukannya. Mereka[3] melihat perbuatan itu adalah suatu pemborosan. Untuk apa menuangkan minyak Narwastu yang mahal itu seluruhnya ke atas kepala Yesus, bukankah lebih bermaanfaat menjualnya lalu uangnya diberikan kepada orang miskin? Dalam konteks umum, pemahaman ini benar. Namun Yesus memahaminya dalam kontek yang lain. Uangkapan “orang-orang miskin selalu ada padamu, dan kamu dapat menolong mereka, bilamana kamu menghendakinya, tetapi Aku tidak akan selalu bersama-sama kamu”, sebenarnya Yesus mau mengingatkan bahwa saat Yesus tidak lama lagi bersama-sama muridnya. Sebentar lagi Ia akan mengalami penderitaan yang berat, Ia harus menaggung cawan murka Allah, Ia akan mati. Oleh karena itu dalam ayat 8 Yesus menghubungkan apa yang telah dilakukan perempuan itu, yakni memiyaki Yesus sebagai persiapan penguburan Yesus. Itulah sebabnya Yesus memuji perbuatan peremuan tersebut walaupun dipahami sebagai pemborosan. Tidak sekedar pujian biasa tetapi dikatakan perbuatannya itu akan terus diingat.

Pointer Aplikasi
(1) Murid-murid gagal mengenal Yesus dengan baik; gagal memahami jalan yang harus dilalui, setidaknya dengan hati mereka. Mengapa bisa demikian? Karena pikiran mereka telah dikaburkan oleh ambisi mereka untuk menjadi siapa yang terbesar. Kepentingan pribadi telah menghalangi mereka memahami isi hati Tuhan dan untuk turut merasakan apa yang Ia rasakan. Asumsi yang salah dan pengharapan yang salah akan Mesias menghalangi orang untuk mengenal Yesus Kristus secara benar. Itulah yang terjadi pada waktu Yesus pergi ke Yerusalem. Dalam Johanes 12:13 (introitus), mereka mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel!" Namun tidak lama kemudian, ketika Yesus tidak seperti yang mereka harapkan, mereka mengatakan “enyahkan Dia, salibkan Dia[4]. Hal inilah juga yang menjadi krisis terbesar yang dihadapi gereja saat ini, yakni krisis pengenalan akan Yesus. Banyak orang tidak mengenal Yesus dengan sungguh-sungguh meskipun mereka mengaku kristen, dan bahkan menyerukan nama Tuhan Yesus. Hal ini nampak dalam sikap hidup mereka yang menjadi batu sandungan.

(2) Apa yang penting kita lakukan bagi Yesus? Respons Yesus terhadap perempuan yang mengurapinya dengan minyak narwastu telah menyatakan apa yang diingini Yesus kita lakukan kepadaNya. Pertama, Yesus mau agar kita mengenalnya dengan baik, mengenal isi hati Tuhan. Bagaimana caranya? Tentunya dengan membaca FirmanNya dan berdoa, baik secara pribadi-pribadi maupun melalui persekutuan. Kedua, sebagaimana khotbah Minggu tanggal 21 Maret 2010, Tuhan mau kita mempersembahkan bagiNya persembahan yang terbaik. Dan persembahan yang terbaik itu menurut Paulus yakni dengan mempersembahkan tubuh kita kepada Tuhan[5]. Artinya apa pun yang kita kerjakan dan lakukan semuanya dalam rangka memuliakan Dia. Bila itu yang kita lakukan berarti kita sudah menghormati, memuliakan, mengagungkan (pehaga) Allah.

Pondok Gede, 26 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana

--------------------------
[1] Dalam kamus Karo Indonesia Darwin Prinst kata “Haga” berarti hormat, mulia, agung, besar. Jadi “Pehaga” sama dengan mengagungkan, memuliakan, menjadikan terhormat, menjadikan besar.
[2] Galatia 5:22-23
[3] Walaupun Markus tidak menyebutkan siapa “mereka” itu, namun berdasarkan konteks kemungkinan besar, itu adalah murid-murid. Matius 26:8-9 menyebut yang gusar itu adalah murid-murid Yesus. Namun Yohanes 12:4-5, tidak menyebutkan ketidaksukaan murid-murid, tetapi menuding langsung pada Yudas.
[4] Yohanes 19:15
[5] Roma 12:1

Sabtu, 20 Maret 2010

Asseb-Khotbah Kejadian 22:9-14, Minggu 21 Maret 2010

THEMA:
Mau mempersebahkan yang terbaik bagi Tuhan, indikator kepatuhan
(Kalak sipatuh man Dibata, nggit mpersembahken si mehergana kal)
Introitus:Matius 21:43; Pembacaan : Roma 3:21-26
Khotbah : Kejadian 22:9-14
Pendahuluan
Tokoh dalam Alkitab yang disebut sebagai bapa segala orang percaya adalah Abraham. Dia disebut demikian karena terbukti bahwa ia seorang yang sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan. Ia seorang yang tidak hanya sekedar percaya tetapi orang yang sungguh-sungguh mempercayakan dirinya kepada Tuhan. Ketika Tuhan memanggilnya untuk meninggalkan kampung halaman berserta sanak saudaranya pergi ke tanah Kanaan, tempat yang tidak diketahui berapa Km jauhnya dan bagaimana sesungguhnya keadaan disana, Abraham tanpa memikirkan untung ruginya ia patuh kepada panggilan tersebut. Ia percaya janji Tuhan ya dan amin. Ia menggantungkan hidup dan masadepannya ke dalam janji itu. Dan benar sesuai janji Allah, Abraham diberkati. Kepada Abraham diberikan kekayaan, kemasyuran, dan keturunan pada masa tuanya[1].

Yang menarik mencermati iman Abraham, bahwa ia tetap memahami apa pun yang telah dimiliki itu semata-mata oleh karena pemberian Tuhan. Pemahaman ini membuat Abraham sungguh-sungguh patuh kepada Tuhan. Satu hal yang sangat berharga bagi Abraham dan Sara ialah anaknya Ishak. Ishak diberikan Allah kepada waktu usia mereka sudah tua. Dan sudah pasti Ishak sangat disayang. Dalam Kejadian 21:10 kita membaca, Sara meminta Abraham mengusir Hagar dan anaknya Ismael demi anaknya Ishak. Sebab menurut Sara hanya anaknya berhak yang menjadi ahli waris, walaupun Ismael juga anak Abraham dari Hagar, budak Sara. Namun pun demikian, ternyata ketika Allah meminta agar mempersembahkan anaknya Ishak, Abraham tidak menolak. Abraham patuh kepada Allah.

Pendalaman Nas
Kejadian 22:9-14 yang menjadi nas renungan kita menceritakan bagaimana Abraham mau mempersembahkan Ishak, anaknya. Memang kalau kita baca ayat 1 disana disebutkan bahwa Allah mencoba Abraham. Namun pertanyaannya ialah mengapa Allah memberikan cobaan yang bertentangan dengan janji Allah sendiri, yakni membuat Abraham menjadi bangsa yang besar? Ishak anak perjanjian yang dijanjikan Allah, kalau ishak mati bagaimana nantinya dibangun keturunan Abraham? Bukankah dengan perintah ini mencegah perjanjian dan rencana keselamatan Allah dengan perantaraan ketaatan itu? Adakah Allah bertentangan dengan dirinya sendiri? Seribu satu pertanyaan dlam pikiran kita, mungkin juga di hati Abraham pada saat itu. Kalau pertimbangan kemanusia kita, saya rasa kita menyarankan agar Abraham menolak saja perintah Allah tersebut. Lebih baik Abraham mogok melawan perintah yang menentang kemauan Allah sendiri.

Namun yang luarbiasanya, Abraham kembali memperlihatkan imannya yang “lugu” (tidak neko-neko). Allah memerintahkan, Abraham melakukan dengan patuh. Kita tidak dapat menyelami bagaimana perasaan Abraham pada saat itu. Terlebih ketika dalam perjalanan menuju tempat yang diperintahkan Allah kepadanya untuk mempersembahkan Ishak. Dalam ayat 9 disebutkan sampailah mereka ketempat yang ditunjukkan Allah kepadanya. Dan dengan tangannya sendiri Abraham mendirikan mezbah dan dengan tangannya sendiri mengikat Ishak dan menaruhnya di atas mezbah, di atas kayu api. Lalu ia mengambil pisau untuk menyembelih anaknya. Dan bagaimana dengan Ishak? Ishak bukan lagi anak kecil. Ia sudah besar. Ia dapat mengerti apa yang akan terjadi atas dirinya. Namun Ishak tidak membuka mulut. Ia pasrah terhadap apapun yang dilakukan bapanya kepadanya. Ia percaya bapanya tidak mungkin bermaksud jahat[2].

Benarkah Allah demikian bengis dan tidak mau tahu perasaan Abraham sebagai seorang bapa? Ternyata tidak. Pada saat dimana Abraham hendak menyembelih ishak, pada saat itu Allah melalui malekatnya menyerukan nama Abraham dua kali dan ditengah-tengah suasana yang mendebarkan hati tersebut ternyata Abraham masih mampu mendengar suara Tuhan dan ia pun patuh untuk tidak menyembelih Ishak. Dalam ayat 12 disebutkan maksud dari perintah untuk mempersembahkan Ishak. Melalui perintah itu Allah mau memeriksa atau menguji apakah Abraham sungguh-sungguh takut kepada Allah atau tidak. Abraham telah diuji dan ia lulus: “telah ku ketahui sekarang”… Allah telah mengetahui bahwa Abraham dengan iklas, dan dengan segenap hatinya mengasihi dan mematuhi Allah.

Dalam ayat 13 disebutkan ketika Abraham menoleh kebelakang ia melihat seekor domba jantan yang tanduknya tersangkut dalam belukar. Abraham mengambil domba tersebut lalu mempersembahkannya kepada Tuhan ganti Ishak. Apa artinya hal ini? Allah mau Abraham memahami bahwa Ishak bukanlah miliknya secara mutlak dan dapat diperbuat sesuka hati, melainkan adalah hadiah, karunia, anugrah pemberian sukarela Allah. Ishak seharusnya mati, tetapi ditebus Allah dengan seekor domba jantan menjadi penggantinya.

Pointer Aplikasi
(1) Salah satu indekator patuh tidaknya kita kepada Allah nampak melalui persembahan kita. Itulah yang disaksikan melalui nas renungan yang telah kita baca. Abraham disebut sebagai bapa semua orang percaya oleh karena imannya teruji melalui kepatuhannya kepada perintah Allah. Dan kepatuhannya yang luarbisa diperlihatkan ketika Abraham tidak menolak untuk mempersembahkan Ishak, anaknya sebagai koban sembelihan kepada Allah. Bagaimana dengan kita?
(2) Allah meminta kita memberikan persembahan yang terbaik kepadanya bukan menunjukkan bahwa Allah itu miskin atau kekurangan atau lemah sehingga perlu kita tolong. Tidak. Allah itu kaya sebab dialah yang empunya segala sesuatu. Persembahan yang diminta bukan juga supaya kita menjadi miskin. Melalui cerita Abraham mempersembahkan Ishak menegaskan bahwa Allah tidak pernah menuntut dari kita, atau meminta dari kita segala sesuatu untuk mendatangkan dukacita, kemiskinan kepada umatNya. Melalui persembahan yang diminta sebenarnya Allah mau menguji sejauhmana kita mengakui keberadaan Allah sebagai pemilik segala sesuatu yang ada pada kita, termasuk istri, anak, kekayaan dan diri kita sendiri. Oleh karena itu ketika Allah memerintahkan kita agar 6 hari bekerja dan pada hari ke tujuh istirahan untuk menyediakan waktu memuji dan memuliakan Allah sama sekali bukan untuk membuat kita bertambah miskin, tetapi sebaliknya agar tujuan hidup kita di dunia ini semakin digenapi. Demikian juga ketika kita diminta memberikan persepuluhan dan persembahan-persembahan ucapan syukur yang lain, sekali-sekali Allah tidak bermaksud agar kita semakin kekurangan tetapi sebaliknya agar melalui pengakuan kita atas kepemilikan Allah terhadap hidup kita dan segala sesuatu yang ada pada kita ada alasan Allah mencurahkan berkatnya kepada kita semakin berkelimpahan. Oleh karena itu berbicara mengenai persembahan seharusnya tidak membuat kita ragu untuk memberikan yang terbaik, apapun itu diminta Tuhan. Apakah itu waktu, materi, tenaga, atau talenta yang ada pada kita. Pengalaman Abraham membuktikan hal tersebut.
(3) Bagaimana bila kita tidak patuh? Mungkin secara duniawi orang yang tidak patuh kepada Firman Tuhan lebih kaya lebih berhasil dari orang yang patuh. Mengenai hal ini jangan heran sebab iblis pun mempunyai kuasa memberikan kesuksesan[3]. Namun iblis tidak mampu memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya, apalagi keselamatan yang kekal. Oleh karena itu dalam Matius 21:43 (Introitus) dinyatakan bahwa apa bila kita tidak patuh terhadap perintah Tuhan (menghasilkan buah Kerajaan itu), Kerajaan Allah yang telah disediakan bagi semua orang oleh karena penebusan yang telah dilakukan oleh penderitaan dan kematian Tuhan Yesus diambil dari pada kita.

Pondok Gede, 19 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana
---------------------------------------
[1] Abraham berusia 100 tahun dan sara 90 tahun (Kejadian 17:17).
[2] Hakim 11:35-36
[3] Matius 4:9

Jumat, 12 Maret 2010

Asseb-Khotbah Yesaya 54:7-10, Minggu 14 Maret 2010

Thema:
KASIH TUHAN TIDAK PERNAH BERUBAH
(Keleng ate Tuhan tetap rasa lalap)
Introitus:Masmur 31:22; Pembacaan: 2 Korintus 1:3-7
Khotbah: Yesaya 54:7-10
Pendahuluan
Pada bulan Februari lalu saya mendapat ucapan happy valentine,s day, tepatnya pada tanggal 14. Saya memang tahu bahwa ada perayaan yang disebut “Valentine,s Day” atau hari kasih sayang. Walaupun di Indonesia ada pro kontra mengenai perayaan ini, namun bila kita berpikir secara positif ada baiknya juga perayaan hari kasih sayang tersebut. Paling tidak ada satu hari yang dikususkan untuk menyatakan kasih sayang (dalam pengertian positif), walaupun harus segera ditambahkan bahwa bagi orang percaya menyatakan kasih sayang tidak pernah dibatasai oleh waktu dan waktu-waktu tertentu untuk menyatakannya. Namun kenyataannya, yah.. masih seperti itu. Disinilah semakin nampak jelas bahwa kasih manusia tidak sama dengan kasih Allah. Kasih Allah itu kekal, namun sebaliknya kasih manusia tidak kekal. Realita inilah yang dijadikan sebagai judul lagu group band Peterpen “tidak ada yang abadi”. Berarti bisa luntur seiring dengan waktu, biasa muncul seketika dan bisa pula hilang seketika. Maka jangan heran bila kita membaca di surat kabar maupun di telivisi banyak berita perceraian.

Demikian juga dalam salah satu lagu POP Karo ada lagu yang berjudul “KUSAYANG SAYANGI PAGI KAM”. Biasanya lagu ini sering dinyayikan pada waktu pengantin diadu menari dan bernyanyi pada acara “Nganting manuk” atau pada acara “Kerja Adat”. Secara keseluruhan lagu ini menyatakan janji dari pemuda atau pemudi untuk mengasihi/menyanyangi pasangannya dengan segenap hati. Ia akan berusaha menyenangkan pasangannya, seperti menjadi tukang pijit bagi pasangannya pada waktu capek, senyum pada waktu pasangannya marah, menyediakan air hangat pada waktu mau mandi, dst. Namun apakah hal ini benar-benar dilakukan setelah menjadi pasangan suami istri? Kalau benar-benar dilakukan, saya percaya angka perceraian akan secara signifikan berkurang. Kehidupan rumah tangga akan aman tentram dan berbahagia. Tapi sayangnya ungkapan yang menghiburkan tersebut sering hanya sebagai rayuan gombal, artinya sekedar janji. Tetapi Allah tidak demikian, apa yang telah dijanjikan pasti digenapi. Hal inilah yang akan kita pelajari dari perikop renungan kita Minggu ini.

Pendalaman Nas
Kalau kita melihat pembagian kitab Yesaya[1], perikop renungan kita ada pada bagian ke II. Itu berarti nas renungan kita juga dipahami dalam konteks tersebut, yakni pada waktu bangsa Yehuda masih berada di negeri Babil sebagai buangan.

Sebagai tawanan, kita dapat membayangkan bagaimana keadaan bangsa Yehuda di Babel. Dalam banyak hal sudah pasti di diperlakukan tidak sama dengan penduduk setempat. Oleh karena itu keinginan untuk merdeka, keinginan untuk kembali kenegerinya sangatlah didambakan. Bagaimana caranya? Masihkah itu mungkin? Secara logika tidak mungkin. Sebab mereka tidak lagi mempunyai kekuatan politik yang dapat menekan bangsa Babel, juga tidak mempunyai kekuatan angkatan perang. Dalam situasi demikianlah Allah melalui nabinya menghibur mereka dengan menyatakan janji pembebasan. “Hanya sesaat lamanya saja aku meninggalkan engkau, tetapi karena kasih sayang yang besar Aku mengambil engkau kembali”. Arti dari ungkapan ini mau menyatakan (1) bahwa keberadaan mereka sebagai buangan di Babel bukan karerena kekuatan Babel, atau Allah mereka kalah dengan dewa-dewanya bangsa Babel, melainkan karena Allah meninggalkan mereka. Dan itu disebabkan karena dosa yang mereka perbuat sehingga Allah murka dan menghukum umatNya. Hal ini tidak menjadi legitimasi bahwa kita juga boleh murka kepada orang yang menyakiti kita, sebagaimana Allah juga murka. Murka Allah bukan disebabkan emosi atau balas dendam, tetapi murka disebabkan konsistensi Allah dalam keadilannya. Keadilaan Allah membuatnya menjatuhkan hukuman kepada siapa saja. Walaupun bangsa Israel disebut sebagai umat pilihanNya, namun tidak berarti Allah membiarkan saja kejahatan atau dosa yang dilakukan. Tujuan hukuman yang diberikan Allah tidak lain agar umatnya bertobat. Jadi mereka menjadi tawanan bukan karena kekuatan Babel, tetapi karena hukuman yang diberikan Allah atas dosa mereka. (2) Dengan pemahaman ini Allah mau menyatakan bahwa Allah Israel mampu bahkan sangat mampu membebaskan mereka dari pembuangan Babel. Dan hal itu akan dibuktikan Allah. Dan bila itu terjadi semata-mata karena kasih Allah yang abadi. “Satnya akan tiba”. Kapan itu? Di dalam Yeremia 29:10 disebutkan yakni setelah genap 70 tahun mereka akan dibebaskan, mereka akan kembali kenegerinya.

Tidak saja janji pembebasan di sebutkan dalam nas kita, tetap lebih dari pada itu, Allah juga menjanjikan suatu zaman baru yakni bahwa kasih setia Allah tidak akan beranjak dari umatnya, dari orang yang percaya kepadaNya. Dalam ayat 9 disebutkan sebagaimana zaman Nuh Allah telah bersumpah bahwa air bah tidak lagi meliputi bumi, demikian juga Allah bersumpah tidak lagi murka dan menghardik umatnya. Dengan kata “bersumpah” berarti apa yang dijanjikan Allah tidak dapat lagi diubah untuk selama-lamanya[2]. Berarti diproklamirkan suatu zaman baru dimana kutuk[3] dibalikkan menjadi berkat yang dinyatakan dalam satu perjanjian yang berisi damai dari pada Allah. Perjanjian itu bukan hasil perundingan antara dua pihak, melainkan pernyataan kasih Allah yang memastikannya dengan bersumpah. Sebagaimana sejak perjanjian dengan Nuh, walaupun hujan turun, namun Tuhan menyingkirkan air bah, demikian juga dalam ayat 10 disebutkan walaupun gunung-gunung beranjak dan bukit-bukit bergoyang namun kasih setiaku, kata Tuhan, tidak akan beranjak dari padamu. Dan bukti kasih setia Tuhan/kasih abadi/kekal Tuhan semakin terang menderang di dalam Yesus Kristus. Demi kasihNya kepada manusia Ia rela disalibkan. Murka Allah terhadap dosa manusia yang berujung maut, diambil alih oleh Yesus dengan kematianNya di kayu salib. Adakah kasih yang didemontrasikan di dunia ini melebihi kasih Allah di dalam Yesus Kristus? Tidak ada. Kalau demikian marilah kita menyikapinya sama dengan Pemasmur[4]. Katakanlah: Terpujilah TUHAN, sebab kasih setia-Nya…

Pointer Aplikasi
(1) Kita sangat bersyukur bahwa kasih Allah tidak sama dengan kasih manusia. Andaikan kasih Allah sama dengan kasihnya manusia maka celakalah kita. Kita semua sudah pasti berakhir dalam kebinasaan. Sebab sebagaimana telah disebutkan, kasih manusia tidak tetap/tidak kekal. Berarti bisa luntur seiring dengan waktu, biasa muncul seketika dan bisa pula hilang seketika. Oleh karena itu jangan heran bila ada suami atau istri yang mengatakan: kuteh marenda bage ia labo min ndai aku nggit man bana[5]. Mengapa muncul ucapan ini? Ya, karena ternyata sikap dari pasangannya tidak lagi sama seperti ketika masih pacaran. Tetapi tidak demikian dengan kasih Allah. Kasih Allah tidak pernah berubah dahulu, sekarang, sampai selama-lamanya kepada kita.
(2) Merenungkan perikop kita saya teringat lagu POP Karo dengan judul “BODREX PE LA TAMBARNA”. Syairnya antara lain demikian: Ipindondu sada kubere dua nande karongku, bagem tanda-tanda ateku ngena (diminta satu/diharapkan satu diberi dua, demikianlah tanda aku mengasihi/mencintaimu). Harapan orang-orang Yehuda agar dapat kembali/pulang kenegerinya Yerusalem tidak hanya itu yang akan dikabulkan atau yang akan diberikan, melainkan lebih dari itu, bahkan itu jauh lebih penting dari sekedar bebas atau pulang kambali kenegerinya yakni kasih setia Tuhan akan senantiasa menyertai. Inilah penghiburan bagi kita. Firman Tuhan ini memotivasi agar tidak merasa kuatir atau takut menjalani hidup ini[6]. Dunia boleh saja berubah, kehidupan ekonomi ditanah air bisa saja tidak menentu, tetapi yang pasti kasih setia Tuhan tetap menyertai kita. Yang penting kita lakukan ialah hidup sebagai bangsa Tuhan, sebagai umat Tuhan yang setia dan patuh terhadap FirmanNya. Dan bila itu yang kita lakukan, firman Tuhan ini akan digenapi dalam hidup kita: kita minta satu akan diberikan dua bahkan lebih[7]. Sebab, bukankah hal yang paling berharga pun telah diberikanNya yakni keselamatan kita di dalam Yesus Kristus!?
Pondok Gede, 12 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana
-----------------------------
[1] Kitab Yesaya dibagi menjadi 3 bagian. Bagian I Pasal 1-39 menceritakan sebelum terjadi pembuangan. Pada bagian ini menceritakan masa dimana kerajaan Yehuda, kerajaan selatan, diancam oleh Asyur, negara tetangga yang sangat kuat. Bagian II Pasal 40-45 berasal dari masa pembuangan orang-orang Yehuda di Babil. Bagian III Pasal 55-66 sebagian besar ditujukan kepada bangsa Israel yang sudah kembali di Yerusalem.
[2] Bd. Peranan sumpah Allah dalam hal pemberian tanah kepada Abraham dalam Kejadian 24:7
[3] yaitu bahwa Tuhan telah menarik damai sejahteraNya dari bangsa itu, juga kasih setia dan belaskasihan Tuhan (Yeremia 16:5).
[4] Mazmur 31:22 (introitus).
[5] Terjemahannya: jikalau aku tahu tadinya demikian, saya tidak mau kawin dengan dia.
[6] Bd.Roma 8:31
[7] Bd. 1 Raja-raja 3:10-13

Jumat, 05 Maret 2010

Asseb-Khotbah Yohanes 2:1-11, Minggu 7 Marat 2010

Thema:
NYATAKANLAH SETIAP PERSOALANMU KEPADA YESUS
DAN MINTALAH PERTOLONGANNYA
(Turiken ras pindo man Yesus Kristus)
Introitus: Matius 28:18; Pembacaan: Masmur 115:9-15
Khotbah: Yohanes 2:1-11
Pendahuluan
Dalam kehidupan kita, tidak ada seorangpun yang steril dari yang namanya persoalan hidup. Apakah itu sudah percaya kepada Tuhan Yesus atau belum. Ada berbagai-bagai masalah dalam hidup. Antara lain seperti: Masalah keluarga, pekerjaan, kesehatan, biaya sekolah anak, dsb. Memang setiap orang tidak selalu sama masalah yang dihadapi demikian juga tingkat ringan beratnya persoalan yang dihadapi, serta sikap ketika menghadapi masalah tersebut. Bagi orang tua yang mempunyai anak remaja misalnya, persoalan yang berat yang terkadang membuat prustasi adalah masalah anak yang sudah terlalu “gaul”. Lebih suka kongko-kongko dengan teman-temannya, bermain internet, game online, facebook dari berlajar. Banyak cara dan upaya yang sudah dilakukan orang tua mulai dari cara halus sampai yang keras dalam memberi nasehat namun tidak membawa pengaruh apa-apa. Dalam hal ini ada orang tua sudah angkat tangan. Tidak tahu apa lagi yang dilakukan. Bila hal ini yang sedang dialami, bagaimanakah sulusinya? Baik, mari kita belajar melalui Firman Tuhan yang menjadi renungan kita Minggu ini.

Pendalaman Nas
Perikop kita hanya terdapat di Injil Yohanes. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 11, “air menjadi anggur” adalah mujizat yang pertama diperbuat Yesus. Dan hal ini dilakukan dalam pesta perkawinan di sebuah kota kecil di pegunungan Galelea yang bernama Kana. Tidak disebutkan dalam kapasitas apa Yesus diundang. Namun dari peranan Maria yang mengetahui secara detail bahwa mereka (yang berpesta) kehabisaan air anggur dapat ditarik kesimpulan bahwa Maria mempunyai hubungan yang dekat dengan mempelai. Oleh karena itu wajar jikalau Yesus juga diundang datang ke pesta tersebut. Dan Yesus tidak menolak datang[1].

Pesta perkawinan di Kana ini walaupun tidak sebesar dan seboros yang dilakukan di Yudea, namun sangat ramai dan meriah. Salah satu kebiasaan disetiap pesta ialah menyediakan air anggur. Dan hal ini bukanlah sesuatu yang luar biasa sebab di daerah Palestina yang penuh kebun anggur, orang miskin sekalipun harus menyediakannya. Oleh karena itu kehabisan air anggur dalam suatu pesta perkawinan sangatlah mendatangkan malu. Apa kata dunia. Oleh karena itu pastilah dari jauh-jauh hari sebelumnya mempelai telah memepersiapkan segala sesuatunya termasuk air anggur. Namun toh dalam ayat 3 disebutkan mereka kehabisan air anggur. Rupaya tamu undangan yang hadir lebih banyak dari dugaan semula. Untunglah ada Maria yang mengetahui hal tersebut. Maria merasa terbeban untuk mencari solusi supaya mempelai jangan menjadi malu dan menjadi tertawaan orang banyak. Apa yang dapat dilakukan Maria? Membelinya secara diam-diam? Sepertinya itu tidak mungkin sebab mana ada orang menyediakan anggur dalam jumlah besar bila tidak dipesan terlebih dahulu. Maria pergi kepada Yesus dan mengatakan “mereka kehabisan anggur”. Walaupun Yesus belum pernah membuat suatu mujizat, namun Maria mengenal Yesus dan percaya kepadaNya bahwa Yesus dapat menolong mengatasi persoalan kehabiasan air anggur tersebut. Dan benar. Walaupun Yesus mengatakan "Mau apakah engkau dari pada-Ku, ibu? Saat-Ku belum tiba", Maria tidak tersinggung dan kehilangan kepercayaan kepada Yesus. Hal ini nampak dari apa yang dilakukan Maria selanjutnya. Ia memberikan intruksi kepada pelayan agar melakukan apapun yang nantinya diperintahkan Yesus. Dan benar Yesus tidak tinggal diam. Yesus menyuruh pelayan mengisi tempayan-tempayan[2] yang ada di situ. Dan kepatuhan melakukan perintah Yesus walau tidak dimengerti dan tidak masuk akal ternyata meneyebabkan terjadi mujizat. Semua air di tempayan tersebut berubah menjadi air anggur yang sangat berkualitas. Itulah keseimpulan pemimpin pesta terhadap mempelai laki-laki. Ia memeberi pujian karena tidak seperti kebiasan pesta yang menyediakan anggur yang baik terlebih dahulu baru kemudian anggur yang tidak baik.

Pointer Aplikasi
Melalui nas renungan kita, beberapa hal dapat kita pelajari:
(1) Bahwa Yesus tidak menolak mengikuti kegiatan pesta perkawinan (adat perkawinan). Sebagai yang dilahirkan ditengah-tengah kehidupan orang Yahudi Yesus mengikuti adat istiadat Yahudi. Namun untuk memberi makna dan arti yang lebih dalam lagi terhadap apa sesungguhnya dasar yang paling utama dalam adat istiadat itu, ada kalanya ia menolak untuk mengikutinya (Mat 5:2-).
(2) Bahwa Yesus sangat peduli terhadap kehidupan pernikahan. Ia tidak hanya peduli tetapi Dia juga mau campurtangan agar kehidupan pernikahan itu berbahagia hari lepas hari. Demikian juga tentunya terhadap setiap persoalan kehidupan kita pribadi lepas pribadi, keluarga lepas keluarga. Persoalannya adalah bagaimana caranya supaya Dia hadir dalam kehidupan setiap rumah tangga kita? Dan bagaimana supaya Dia sungguh-sungguh mau campurtangan dalam setiap perkara yang kita hadapi? Dengan menerapkan 4 M:
M-1 : Mengundang Yesus. Kalau kita perhatikan nats kita, disebutkan bahwa Yesus diundang untuk datang ke perkawinan itu. Ingat sebagai undangan Ia merupakan tamu kehormatan. Kalau dahulu pada zaman kisah perkawinan di kota Kana ini, mengundang Yesus mungkin lewat tulisan ataupun lisan, sekarang tidak demikian. Kita bersyukur sebab Yesus Tuhan kita senantiasa bersedia menjadi tamu undangan kita. KataNya Dia tidak membutuhkan undangan dengan kartu cetakan walaupun itu sangat mahal, yang Dia butuhkan membuka hati kita, membuka rumah tangga kita bagiNya (Wahyu 3:20).
M-2 : Menyetakan persoalan kita dan memohon pertolonganNya. Maria ibu Yesus tahu bahwa persoalan yang dihadapi tuan rumah/yang mengadakan pesta perkawinan yaitu kehabisan air anggur, hanya Yesus dapat menolong. Kita perhatikan cara Maria memohon pertolongan Yesus mengenai masalah ini. Maria tidak mendikte atau memaksa Yesus agar melakukan sesuatu menolong tuan rumah. Tidak. Maria hanya mengatakan “Mereka kehabisan anggur”. Sangat sederhana. Tetapi apakah itu sudah cukup, sehingga terjadi mujizat yang luar biasa itu, yaitu air menjadi anggur sehingga tuan rumah, khususnya kedua mempelai tidak mendapat malu? O..tidak, itu belum cukup. Ada hal yang sangat penting harus dilakukan. Apa itu?
M-3 : Memberikan kebebasan bagi Yesus untuk bertindak. Ini penting, sebab waktu Yesus bertindak kadang tidak seperti yang kita rencanakan, yang jelas pasti tepat pada waktunya dan itu akan mendatangkan kebahagiaan.
M-4 : Melakukan apa yang difirmankanNya walaupun kadang menurut logika kita sepertinya tidak masuk akal atau sangat repot melakukannya. Bayangkan ketika para tamu sudah mau pulang atau tidak lama lagi mau pulang, untuk apa mengisi tempayan dengan air, bukankah itu hanya perlu ketika tamu baru datang untuk membasuh kakinya? Tetapi pelayan itu patuh, tidak banyak tanya, Apa yang diperintahkan mereka lakukan. Mengapa bisa demikian? Hal ini tidak terlepas dari pekerjaan Maria. Dimana sebelumnya dia sudah memberikan wanti-wanti agar melakukan apapun yang diperintah Yesus. Dan apa yang terjadi? Sangat menabjubkan terjadilah hal yang tidak mungkin bagi manusia bagi Allah mungkin. Air menjadi anggur. Alangkah berbahagianya bila kita juga dapat seperti pelayan ini patuh terhadap Firman Yesus! Pastilah banyak mujizat yang terjadi di dalam hidup kita.
Pondok Gede, 5 Maret 2010
Pdt.S.Brahmana
----------------------
[1] Disini Yesus berbeda dengan Yohanes Pembaptis. Dan mungkin murid-murid Yesus yang diantaranya adalah mantan murid Yohanes Pembaptis merasa heran dengan sikap Yesus ini yang tidak sama dengan guru mereka yang adalah seorang asket (Pertapa). Yohanes Pembaptis tidak minum anggur dan tidak turut dalam santapan besar. Makanannya belalang dan air madu hutan. Ia tidak mendatangi orang namun orang yang datang kepadanya. Tuhan Yesus tidak demikian. Ia tidak mengasingkan diri dari dunia ini tetapi hadir ditengah-tengah dunia dengan segala keberadaannya. Yesus tidak segan-segan mengunjungi perjamuan kawin. Inilah yang dinyatakan melalui perikop kita. Dengan caranya ini menurut Frof.Dr.J.H.Bavinck, Yesus mau mengatakan bahwa adanya dosa bukanlah karena makanan dan minuman dan bukan pula dalam perjamuan kawin dengan segala kemiariahannya. Tetapi dosa dalam hati manusia yang angkuh, sombong, serakah, tidak peduli dengan sesama, dsb. Jadi kalau kita tinggi hati, sombong, serakah, tidak peduli terhadap sesama, kesunyian atau asket tidak membawa seseorang kepada Allah (Sejarah Kerajaan Allah 2. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1990, hal. 141).
[2] Dalam ayat 6 disebutkan ada 6 tampayan yang disediakan disitu untuk membasuh kaki para tamu yang datang. Isi setiap tempayan tersebut dua tiga buyung (1 buyung = 32 liter).