Kamis, 08 Juli 2010

Asseb-Khotbah Yakobus 5:1-6, Minggu 11 Juli 2010

Thema:
MENCARI DAN MENGGUNAKAN KEKAYAAN DENGAN BENAR
(Encari ras makeken kinibayaken alu payo)

Introitus: Pengkhotbah 2:18; Pembacaan: Amsal 23:1-8
Khotbah: Yakobus 5:1-6

Pendahuluan
Salahkah orang kristen bekerja dengan rajin (mencari) dan kemudian menjadi kaya? Tidak salah. Sebab dalam Alkitab sejak awal manusia sudah diperintahkan agar bekerja dengan rajin. Yang salah jika dalam mencari kekayaan (1) mengutamakan mencari kekayaan dari pada Tuhan; (2) menghalalkan semua cara agar supaya menjadi kaya. Dan mengenai kaya, Alkitab juga tidak mengajarkan bahwa semua orang kaya adalah orang berdosa. Contohnya Abraham. Namun apa yang digambarkan Yakobus dalam perikop renungan kita minggu ini merupakan ciri dari banyak orang yang kaya[1] yang perlu dihindari oleh orang kristen.

Pendalaman Nas
Kita akan mempelajari dosa-dosa orang kaya dan akibatnya yang disebutkan Yakobus 5:1-6

Dosa Orang Kaya
1) Mengumpulkan harta pada hari-hari terakhir (ay 3).
a) Yang dimaksud dengan “mengumpulkan harta/uang” di sini tidak sama dengan bekerja mencari nafkah! Kitab Suci mengharuskan kita bekerja untuk mencari nafkah[2] dan karenanya ini bukanlah dosa. Bahkan kalau kita bekerja untuk mengumpulkan uang untuk tujuan tertentu (yang bisa dipertanggungjawabkan), seperti ingin membeli rumah dsb, itu tentu tidak bisa disalahkan! Yang dikecam oleh Yakobus di sini adalah orang yang mengum­pulkan harta/uang, demi harta itu sendiri. Jadi harta adalah tujuan akhir dari orang itu. Ini adalah cinta uang/harta dan ini adalah dosa[3].

b) Yang dimaksud dengan harta belum tentu berbentuk uang.
Dalam ay 2-3 ada kata ‘busuk’ yang jelas menunjuk pada makanan (gandum, jagung); juga disebut tentang ‘pakaian’ karena pada saat itu harta memang sering ada dalam bentuk pakaian; dan juga disebutkan tentang emas dan perak. Karena itu kalau saudara tidak menimbun uang, tetapi menimbun mobil, rumah / tanah, permata / perhiasan, dsb, maka itu termasuk menimbun harta juga!

c) Orang-orang kaya itu mengumpulkan uang pada hari-hari terakhir (bd. Terjemahan bahasa Karo “ibas wari-wari si arah pudi enda”).
Sebetulnya hari-hari terakhir adalah saat dimana manusia harus lebih mendekat kepada Tuhan, bersiap sedia menghadapi kedatangan Kristus yang keduakalinya, menyucikan dirinya, melayani Tuhan, belajar Firman Tuhan, berdoa dsb (Ibrani 10:24-25). Tetapi orang-orang kaya ini justru menimbun harta untuk dirinya sendiri!

2) Menahan upah buruh (ay 4). Dalam Ulangan 24:14-15 jelas disebutkan larangan memeras buruh/pekerja dan sebaliknya. Sebaliknya agar membayar upah buruh tepat pada waktunya, karena sebagai orang miskin ia mengharapkan dan membutuhkan uang itu.

Tetapi orang-orang kaya ini tidak mempedulikan hukum Tuhan, dan mereka menahan upah buruh. Jadi, dalam usaha mereka untuk menjadi lebih kaya, mereka tidak segan-segan menindas dan merugikan orang lain / buruh mereka. Mereka berusaha menda­patkan harta dengan cara yang tidak adil dan tidak halal.

Sebetulnya, berdasarkan Yak 4:17, orang kaya yang tidak menolong orang miskin/menderita, sudah dianggap berdosa. Apalagi mereka ini bukan hanya tidak menolong, tetapi bahkan menindas!

3) Hidup berfoya-foya (ay 5).
Kitab Suci memang tidak menyuruh kita untuk hidup sebagai pertapa. Kitab Suci tidak melarang kita untuk berpesta/ bersenang-senang. Tetapi orang kaya di sini, melakukannya secara kelewat batas. Mereka berpesta pora dan memuaskan hati mereka setiap hari.

4) Menghukum dan membunuh orang benar (ay 6).
Ada 2 faktor yang memberatkan kesalahan mereka: (1) Yang dihukum dan dibunuh adalah ‘orang benar’. Tentang siapa yang dimaksud dengan ‘orang benar’ di sini, ada yang mengatakan Yesus, Yohanes Pembaptis, Stefanus, atau orang kristen. (2) Yang dibunuh tidak melawan.

Akibat Dosa
Akibat sikap dan perbuatan orang kaya ini, menyebabkan Allah bertindak. Apakah tindakan Allah?
1) Memberi kesengsaraan kepada orang-orang kaya itu (ay 1).
Kesengsaraan akan di alami jika tidak bertobat. Kalau kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ayat 1, sangat jelas nuansa bahwa kesengsaraan yang akan dialami bukan saja nanti setelah kematian, tetapi juga di dalam hidup. Dan hal ini benar. Ada banyak kesaksian mengenai hal tersebut. Seperti tidak mengalami kedamaian, kegelisahan, kekuatiran, kekosongan dalam hati, kesumpekan, stress karena pekerjaan, penyakit dan macam-macam problem yang lain.

2) Menghancurkan kekayaan mereka (ay 2-3).
Kalau setan bisa menghancurkan harta dan anak-anak Ayub dalam satu hari, maka Allah pasti lebih berkuasa untuk menghancurkan harta dari orang-orang kaya itu. Kata-kata ‘busuk’, ‘ngengat’, dan ‘karat’ menunjukkan bahwa Allah bisa menghancurkan kekayaan mereka dengan bermacam-macam cara. Juga dapat berarti bahwa semua kekayaan itu sifatnya fana, tidak kekal. Ia hanya berguna selama hidup di dunia ini, dan kegunannya juga sangat terbatas. Artinya tidak semua dapat dibeli dengan uang, atau diperoleh dengan harta benda. Oleh karena itu Yesus mengatakan dalam Matius 6:20 agar fokus utama adalah mengumpulkan harta di sorga; sebab di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak membongkar serta mencurinya.

Pointer Aplikasi
(1) Thema kita minggu ini “mencari dan menggunakan kekayaan dengan benar” mengingatkan bagaimana seharusnya kita sebagai orang percaya bekerja/mencari “kekayaaan” dan menggunakan hasil pekerjaan kita (kekayaan) dengan benar, artinya sesuai dengan kehendak Allah. Perikop kita tidak menyebutkan tips mengenai hal ini. Namun melalui kecaman Yakobus kepada orang kaya dalam Yakobus 5:1-6 mengingatkan kita agar (1) memahami bahwa harta kekayaan yang kita miliki, bagaimana pun banyaknya semuanya itu bersifat fana, artinya tidak kekal. Karena itu seharusnya kita lebih fokus terhadap harta yang kekal sebagaimana telah diingatkan Yesus dalam Matius 6:19-20. (2) Tidak menjadi sombong dan terlebih semena-mena terhadap sesama manusia. (3) Tidak hanya mementingkan diri sendiri dengan hidup berfoya-foya. Prinsif semakin banyak diberi semakin banyak dituntut tanggungjawab. Artinya semakin banyak harta kekayaan kita, semakin banyak juga dituntut agar menjadi saluran berkat kepada orang lain, khususnya yang membutuhkannya.

(2) Alkitab sangat menekankan agar orang percaya rajin bekerja. Sejak awal, yakini mulai cerita penciptaan sudah menekanan hal tersebut. Perhatikanlah Kejadian 1:28, demikian juga Kejadian 2:15. Manusia yang diciptakan Allah tersebut diberi mandat serta tugas disamping menaklukkan serta menguasai bumi juga mengusahakan dan memelihara taman Eden itu. Demikian juga dalam Amsal 6:6-9, Salomo bahkan menyuruh orang yang malas bekerja agar belajar kepada semut. Dan Paulus lebih keras lagi. Ia mengatakan agar orang yang malas bekerja janganlah diberi makan. Jadi rajin bekerja haruslah juga dipahami sebagai panggilan orang percaya. Sebagai kesaksian. Dengan kata lain tanda orang percaya seharusnyalah nampak dalam ia rajin bekerja. Dan orang yang rajin sebagaimana yang diperintahkan Tuhan akan diberkati, akan mempunyai cukup makanan bahkan tidak hanya itu tetapi juga akan memiliki harta kekayaan.

Pondok Gede, 9 Juli 2010

-----------------------------
[1] Bd. Yakobus 5:1-6; 2:1-3
[2] 2 Tesalonika 3:10; Bd.Kejadian 3:17-19
[3] Bd. 1 Timotius 6:10; Matius 6:19-21; Amsal 23:4

Jumat, 02 Juli 2010

Asseb-Khotbah Kejadian 9:8-17, Minggu 04 Juli 2010

Thema:
TANGGUNGJAWAB MANUSIA DALAM MERESPONI JANJI ALLAH
(Tanggungjawab manusia ibas nehi Padan Dibata)

Introitus: Kejadian 2:15; Pembacaan: Ayub 28:1-12
Khotbah: Kejadian 9:8-17

Pendahuluan
Kita sering mendengar orang mengucapkan janji. Pada waktu pemberkatan nikah kedua penganten saling mengucapkan janji setia sampai mati. Demikian juga pejabat yang dilantik mengucapkan sumpah janji untuk melakukan tugasnya dengan baik sesuai dengan peraturan dan ketetapan yang ada. Namun bagaimana realitanya? Masing-masing kita yang memberi jawab. Yang pasti ada banyak pasangan suami istri yang bercerai. Demikian juga ada sejumlah pejabat yang korupsi, serta melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji lainnya yang mengingkari sumpah jabatan yang telah diucapkan dahulu. Benar seperti ada lagu: “Engkau yang berjanji, engkau yang mengingkari”. Namun tidak demikian dengan janji Tuhan. Janji Tuhan ya dan amin. Janji Tuhan dapat dipercayai. Oleh karena itu apa pun persoalan hidup yang sedang kita alami, jangan takut, jangan lantas bersungut-sungut, percayalah akan janji Tuhan, ia pasti menolong. Jikalau Allah mengatakan “Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman.” itu pasti demikian. Namun kita juga harus menyikapi janji Tuhan tersebut. Benar bahwa Tuhan mau menyertai kita sampai akhir jaman, namun bagaimana dengan kita? Maukah kita disertai Tuhan?

Pendalaman Nas
Kejadian 9:8-17 bagian yang menceritakan pasca air bah. Semua manusia telah binasa kecuali Nuh dan istrinya serta 3 orang anak beserta menantunya. Penghukuman Allah melalui air bah terhadap manusia disebabkan karena manusia pada waktu itu sudah sedemikian jahat di mata Tuhan. Dan hal ini tidak boleh dipahami sebagai kesewenang-wenangan Allah, tetapi karena Allah konsisten terhadap keadilannya. Karena Allah adil, maka Ia memberi hukuman terhadap kejahatan dan memberi keselamatan bagi orang yang benar. Nuh adalah seorang yang benar dan tidak bercela di antara orang-orang sezamannya; dan Nuh hidup bergaul dengan Allah sehingga ia mendapat kasih karunia yakni diselamatkan dari air bah.

Sikap Nuh pasca air bah, yakni ketika ia mendirikan mezbah dan mempersembahkan korban bakaran di atas mezbah itu, membuat Tuhan berfirman dalam hatinya tidak akan mengutuk bumi dan membinasakan segala yang hidup oleh karena kejahatan manusia. Dan dalam perikop kita kembali Allah mengulangi keputusanNya dengan langsung berfirman kepada Nuh dan anak-anaknya. Firman yang disampaikan tidak lain mengenai keputusan Allah mengadakan perjanjian dengan Nuh dan keturunannya bahwa mulai saat itu Allah tidak lagi memusnahkan bumi dan segala yang hidup dengan air bah. Dan Allah menandai perjanjianNya dengan pelangi[1]. Keputusan Allah ini tidak main-main. Sampai 7 kali istilah perjanjian (berit) dipergunakan. Makna teologis dari istilah perjanjian disamakan dengan “sumpah, ikrar”, “keputusan agung”, “penetapan yang merdeka dan berdaulat”. Dengan menggunakan dekrit yang demikian berarti Allah mengikat diri, Ia membatasi murkaNya[2]. Tujuan perjanjian ini tidak lain dalam rangka mengasihi manusia dan semua ciptaanNya. Dan kasih Allah yang spektakuler adalah ketika Allah menjadi manusia di dalam Yesus Kristus. Dikatakan spektakuler sebab Allah tidak hanya berfirman menyatakan dikrit perjanjian, tetapi datang ke dalam dunia menjadi manusia agar setiap orang yang percaya tidak binasa melainkan memperoleh hidup yang kekal.

Pointer Aplikasi
(1) Walaupun janji Allah sepihak, artinya Allahlah yang membuat janji kepada Nuh dan keturunannya namun janji Allah ini harus juga diresponi sehingga janji Allah tersebut sungguh-sungguh digenapi. Misalnya, janji berkat makanan harus diresponi dengan rajin bekerja dan juga berdoa. Demikian juga janji Allah tidak ada lagi air bah, namun jika hutan-hutan ditebangi tanpa diikuti penanaman kembali maka banjir akan terjadi dan seperti banjir bandang Bukit Lawang yang banyak menelan korban. Konon katanya dikarenakan hutan di ulu sungai Bukit lawang sudah banyak ditebangi.

(2) Pelangi ditetapkan sebagai tanda dari perjanjian yang dibuat Allah dengan Nuh dan keturunannya. Bagi Allah tanda ini sebagai materai atas perjanjian yang dabuatNya sehingga apa yang telah dijanjikan pasti di lakukan. Dan bagi manusia tanda perjanjian Allah itu seharusnya membuat senantiasa bersyukur atas kemurahan Allah tersebut.

(3) Pada jaman Perjanjian Baru, Janji Allah telah dinyatakan dan ditandai dengan kedatangan Yesus ke dalam dunia ini. Allah mengatakan “barang siapa percaya kepadaNya (Yesus Kristus) tidak akan binasa, melainkan memperoleh hidup yang kekal”. Janji ini juga harus diresponi: (1) dengan percaya; (2) dengan hidup sesuai dengan Firman Tuhan; (3) jika kita juga membuat janji terhadap sesama manusia, pikirkanlah secara matang. Hal ini penting supaya kita jangan asal membuat janji supaya kita tidak ingkar janji.

(4) Ada satu ilustrasi “Cinta gadis buta”. Ada seorang gadis buta yang lumanyan cantik, namun sangat membenci dirinya sendiri karena kebutaannya. Tidak hanya terhadap dirinya sendiri, tetapi dia juga membenci semua orang kecuali kekasihnya.

Kekasihnya selalu ada disampingnya untuk menemani dan menghiburnya. Ketika sang kekasih mengajaknya menikah, sigadis barkata bahwa ia mau menikahi kekasihnya jika dia bisa melihat dunia.

Suatu hari, ada seseorang yang mendonorkan sepasang mata kepadanya. Sigadis sangat senang, terlebih mengingat ia akan segera dapat melihat dunia ini dan terlebih melihat sang kekasih yang selama ini sangat setia menemani dan mengasihinya. Operasi berhasil sehingga dia bisa melihat semua hal, termasuk kekasihnya.

Sesuai janji yang pernah diucapkan si gadis, kekasihnya bertanya, “Sekarang kamu sudah bisa melihat, apakah kamu mau menikah denganku?” Mendengar itu, si gadis terguncang saat melihat bahwa kekasihnya ternyata buta. Oleh karena itu, si gadis menolak untuk menikah dengannya.

Kekasihnya pergi dengan air mata mengalir, kemudian dengan pertolongan orang lain ia menulis sepucuk surat singkat kepada gadis itu, “Sayangku, tolong jaga baik-baik mata saya.”

Ini hanyalah ilustrasi yang memperlihatkan bagaimana manusia berubah ingkar janji saat status hidupnya berubah. Hendaknya kita tidak demikian. Ketika kita lemah, kita berdoa mohon kekuatan, ketika kita masih belum punya apa-apa kita berdoa mohon berkat, ketika kita belum punya jodoh kita berdoa agar diberi jodoh, ketika kita belum mendapat pekerjaan, kita berdoa agar mendapat pekerjaan, mungkin dalam doa kita juga berjanji di dalam hati jikalau Allah mengabulkan doaku, aku akan setia memberi persepuluhan, setia mengikuti kegiatan-kegiatan gereja, hidup dengan baik, dst. Apakah kita tidak ingkar janji? Lakukanlah janjimu. Sebab Allah tidak menyukai orang yang ingkar janji, sebab Allah setia dan konsisten terhadap apa yang telah dijanjikan.

Pondok Gede, 2 Juli 2010
Pdt.S.Brahmana
----------------------------------
[1] Busur adalah kata lain dari pelangi dalam kontek perikop kita. Jadi “busurKu” (qeset) arti yang biasa adalah senjata. Jadi pelangi yang senantiasa nampak bila angin ribut mundur karena matahari bersinar lagi, adalah busur perang Allah yang dikesampingkanNya, suatu tanda kasih karunia yang menahan anak panah petir murka Allah.
[2] Dr.Walter Lempp, Tafsiran Alkitab Kejadian 5:1-12:3. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, hal.102