Rabu, 11 November 2009

asseb-Khotbah 2 Timotius 1:6-12, Minggu 15 Nopember 2009

Thema:
Masihkah perlu memberitakan Injil?
(Tetaplah berkobar semangat pemberitaan Injil)
Introitus: 2 Timotius 4:5b; Pembacaan : Yesaya 43:8-13; Khotbah : 2 Timotius 1:6-12
Pendahuluan
Masih perlukah memberitakan Injil? Demikian pertanyaan yang dikemukakan dalam salah satu “Facebook”. Memang beragam yang memberi komentar dan jawaban. Namun semuanya sepakat bahwa memberitakan Injil itu masih perlu dilakukan bahkan harus tetap dipahami sebagai hal yang penting. Berbagai ayat dikutip mengenai hal ini[1]. Namun salah satu komentar yang menarik buat kita renungkan yang mengatakan bahwa penginjilan kepada gereja mungkin lebih diperlukan saat ini. Saya tidak tahu secara pasti kemana arah ungkapan ini. Namun pernyataan ini menurut saya sangat menggelitik. Mengapa?
Bukankah gereja dalam arti sebenarnya yang ditugasi memberitakan Injil? Kalau gereja harus diinjili, sipakah yang menginjili? Bukankah Pendeta, Evanglis, Majelis juga merupakan bagian dari gereja?[2] Kita tidak usah berdebat mengenai hal ini. Namun pesan yang saya tangkap melalui komentar ini agar kita semua sebagai orang percaya (gereja) tetap memiliki kemauan dan semangat yang berkobar dalam memberitakan Injil baik keluar maupun ke dalam[3].

Pendalaman Nas
Bagian perikop kita merupakan nasehat Paulus kepada Timotius anak rohani[4] Paulus. Paulus sangat mengasihi Timotius. Paulus juga sangat mengenal Timotius. Timotius pembawaannya sangat halus, pemalu dan agak penakut[5] namun mempunyai iman yang tulus iklas[6] (iman yang tidak munafik). Oleh karena itu, ketika Paulus merasa hidupnya tidak lama lagi (akan dihukum mati dalam waktu dekat), ia menulis surat 2 Timotius ini dari penjara Roma. Tentu tidak hanya itu. Tidak hanya disebabkan rasa kesepian dan firasat kematian yang membuat Paulus menulis surat ini, tetapi juga karena mengetahui bahwa Timotius menghadapi kesukaran dan menyadari akan kemungkinan penganiayaan berat dari luar gereja dan adanya guru-guru palsu di dalam gereja, Paulus merasa perlu menasihatkan Timotius agar tetap bertekun dalam memelihara Injil, memberitakan Firman Allah, menanggung kesukaran dan melaksanakan tugas-tugasnya.

Membaca perikop kita, 2 Timotius 1:6-12, nasehat Paulus dimaksudkan:
(1) Agar Timotius menyadari kekuatan yang dimiliki. “Karena itu (ayat 6), ini menunjuk ayat sebelumnya yakni menyangkut iman yang dimiliki Timotius. Timotius memiliki iman yang sejati dan itu berarti ia memiliki kuasa – memiliki kekuatan yang sangat besar[7], karena apa? Karena iman itu memungkinkan kasih karunia Allah bekerja dengan leluasan dalam hidup seseorang. Dalam hal ini mengobarkan karunia Allah yang ada pada Timotius, yakni karunia kuasa Roh untuk melakukan tugas pelayanan. Karunia itu telah diterima Timotius pada waktu penumpangan tangan Paulus atasnya. Sekarang yang perlu dilakukan Timotius ialah memelihara dan mengobarkan melalui iman. Karena itu Paulus mengharapkan Timotius tidak menjadi takut, menjadi malu dan kemudian menjadi kendor atau menjadi tidak lagi bersemangat melakukan tugas-tugas pelayanannya, khususnya dalam hal memberitakan Injil disebabkan tantangan yang demikian berat dan kemungkinan penganiayaan yang lebih berat lagi bakal dialami.

(2) Agar Timotius memahami bahwa anugrah keselamatan yang diberikan “berwajah rangkap” yakni sekaligus memanggilnya memberitakan Injil. Paulus mau, pemahaman yang telah dimilikinya mengenai anugrah keselamatan juga menjadi pemahaman Timotius. Manusia beroleh selamat hanya oleh karena anugrah. Artinya bukan sebagai hasil usaha, atau pekerjan baik dari manusia melainkan sebagai pemberian/anugrah[8]. Kalau demikian bagaimana sikap kita? Tandanya kita memahami dan mengamini akan hal ini, kita seharusnya mengucap syukur dan lebih dari itu kita terdorong atau terpanggil menyaksikan atau memberitakan perbuatan keselamatan yang telah dikerjkan Allah bagi kita. Istilah yang dipakai Paulus dalam hal ini “berhutang”. Ia mengatakan dirinya orang yag berhutang – berhutang untuk memberitakan Injil. Tidak hanya itu, Paulus juga mengatakan “Celakalah aku jika tidak memberitakan Injil”[9]. Hal ini jugalah nasehat Paulus kepada Timotius yakni agar tetap bersemangat dalam melayani Tuhan melalui tugas panggilannya. Kita bersaksi, kita memberitakan Injil, kita melakukan tugas pelayanan kita dengan sungguh-sungguh berdasarkan atau diakibatkan karena (1) keselamatan dan, (2) panggilan.

(3) Agar Timotius juga menyadari bahwa setia mengikut Tuhan, rajin dan tetap bersemangat dalam memberitakan Injil bukan berarti telah menjadi steril dari penderitaan atau masalah. Bahkan kadang kuantitas dan kualitas penderitaan itu semakin meningkat[10]. Apakah kita kemudian menjadi kendor dan kemudian mundur? Tentunya tidak. Nasehat Paulus kepada Timotius dan juga kepada kita yakni agar kita tidak menjadi malu (tidak menjadi patah semangat), sebab bisa jadi ada orang yang mengatakan bahwa itu tandanya kita kurang beriman. Bila itu yang terjadi, ingatlah bahwa Dia yang telah menyelamatkan kita sekaligus memanggil kita adalah Allah mempunyai kuasa untuk memelihara kita sampai pada hari Tuhan.

Pointer Aplikasi
(1) Setiap orang percaya terhisap kedalam panggilan “umum”, yakni menyaksikan Tuhan Yesus Sang Juruslamat itu kepada siapa saja. Namun kata “menyaksikan” (memberitakan Injil) tidak harus melulu dengan kata-kata memperkenalkan serta mengajak supaya percaya kepada Tuhan Yesus, tetapi juga dengan sikap hidup[11]. Karena itu tidak boleh membuat alasan bahwa tugas memberitakan injil semata-mata tugasnya pendeta atau majelis jemaat.

(2) Panggilan untuk memberitakan Injil sangat jelas dan alasannya pun sangat jelas, tidak lain: (a) karena kehendak Allah (2 Petrus 3:9); (b) Karena perintah Kristus (Matius 28:18-20); (c) Karena dorongan kasih (2 Korintus 5:14-15); (d) karena perasaan berhutang (Roma 1:14); (e) karena kebutuhan manusia yang urgen dan dasar. Kebutuhkan manusuia yang paling mendesak dan paling mendasar bukan uang, bukan materi, bukan kedudukan, bukan gelar, melainkan Injil Yesus Kristus[12]; (f) karena jiwa berharga (Yesaya 43:4). Karena itu nasehat Paulus kepada Timotius juga menjadi nasehat kepada kita agar semangat memberitakan Injil tetap berkobar dalam diri kita. Gereja yang tidak lagi memberitakan Injil dapat dikatakan gereja yang bukan lagi gereja dalam arti yang sebanarnya. Gereja yang mati. Semoga gereja kita bukan gereja yang mati.

(3) Khusus penginjilan keluar, mungkin ada diantara kita tidak punya waktu untuk pergi ke tempat-tempat yang masih “perlu” dilakukan pemberitaan Injil. Tetapi kita punya dana/materi. Dalam semangat memberitakan Injil, apa yang kita punyai tersebut dapat kita gunakan untuk memberitakan Injil keluar dengan menjadi penyandang dana bagi orang yang mempunyai waktu untuk memberitkan Injil kemana saja. Singkatnya, gunakanlah segala sesuatu yang ada pada kita (apa pun itu) dalam rangka memberitakan Injil. Itulah salah satu indikator bahwa benar kita sudah menerima anugrah keselamatan.

Pondok Gede, 11 Nopember 2009
Pdt.S.Brahmana
----------------------------------
[1] Seperti: Matius 28:18-20; Matius 24:18; Yeheskiel 3:18; Markus 16:15; Matius 5:16, 44; Matius 25:45; Lukas 6:32-35
[2] Memang setiap orang percaya terhisap kedalam panggilan umum dan khusus. Panggilan umum artinya bahwa setiap orang percaya tenpa terkecuali dipanggil untuk memberitakan Injil baik melalui perkataan maupun perbuatan. Dan panggilan khusus, mereka yang dipanggil khusus dari antara orang percaya tersebut untuk secara khusus sesuai dengan karunia pemberian Allah untuk membangun jemaat. Agar jemaat secara bersama-sama bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah (Kolose 1:10), atau dengan kata lain bertumbuh di dalam segala hal Dia, Kristus, yang adalah kepala (Efesus 4:15).
[3] “Ke dalam” yang dimaksud adalah upaya membina warga gereja secara terus-menerus agar bertumbuh dalam pngenalan yang benar akan Kristus yang nampak dalam sikap hidup yang berubah dan berbuah. Dan istilah PI ke dalam di pergunakan GBKP (gereja Batak Karo Protestaan) untuk mengingatkan agar bidang Marturia juga tetap menjadikan sasaran memberitakan Injil terhadap jemaat/orang kristen yang “tidak lagi hidup dalam iman”.
[4] Bd. Timotius 1:2
[5] Ada kemungkinan pembawaan halus, pemalu dan agak penakut yang dimiliki Timotius dikarenakan ia dididik oleh 2 orang wanita tanpa adanaya pengaruh seorang peria (Dr.R.Budiman, Tafsiran Alkitab Surat-surat Pastoral I & II Timotius dan Titus. Jakarta:BPK Gunung Mulia, 1997, hal.78).
[6] 2 Timotius 1:5
[7] Ingat ungkapan Yesus dalam Matius 17:20, Lukas 17:6, bahwa jika kita memiliki iman sebesar biji sesawi dapat memindahkan gunung.
[8] Baca Efesus 2:8-9
[9] 1 Korintus 9:16b
[10] Ingat ilustrasi pohon kayu. Semakin tinggi sebatang pohon semakin kuat pula angin menerpanya.
[11] Ilustrasi: Saksi yang tidak dikenal. Seorang ratu Kristen, hidup di dataran tinggi Nairobi, Kenya. Ratu ini mengangkat seorang muda untuk dipekerjakan sebagai pelayan rumah. Hari demi hari berlalu dan tanpa disadari sang Ratu, pemuda ini selalu memperhatikan gerak-geriknya sebagai orang Kristen.
Sesudah 3 bulan, pemuda pelayan rumah itu meminta diri dan berkata bahwa ia ingin pindah kerja pada seorang syekh yang ramah dekat rumah Ratu. Ratu sangat keberatan ia pindah, lalu bertanya, "Apakah gajimu masih kurang?"
"Maaf Ratu, saya tidak mencari gaji yang lebih tinggi, tetapi saya ingin memutuskan apakah saya akan menjadi seorang kristen atau muslim", jawabnya dengan polos. "Untuk itulah saya bekerja 3 bulan pada Ratu dan saya ingin bekerja 3 bulan lagi pada syekh itu."
Ratu sangat menyesal ketika ia mengingat kembali bagaimana ia telah membentak-bentak pelayannya, berlaku curang dan masih banyak lagi kekurangannya. Ratu menyesal tidak menunjukkan teladan yang baik sebagai seorang Kristen. Dan Ratu hanya dapat berkata, "Mengapa hal itu tidak kamu katakan pada permulaan?"
Ingatlah bahwa sebagai orang kristen, orang-orang dunia sedang memperhatikan kita. Mereka menginginkan teladan Kristus di dalam kita sebelum mereka memutuskan untuk menerima Kristus (Baca 2 Korintus 3:2,3).
[12] Uang dapat membeli tempat tidur, tetapi bukan tidur. Uang dapat membeli buku, tetapi bukan otak. Uang dapat membeli makanan tetapi bukan selera. Uang dapat membeli pakaian yang indah tetapi bukan kecantikan. Uang dapat membeli rumah tetapi bukan suasan RT yang rukun. Uang dapat membeli obat tetapi bukan kesehatan. Uang dapat membeli barang mewah tetapi bukan kebudayaan. Uang dapat membeli hiburan tetapi bukan kebahagiaan. Uang dapat membeli kalung salib tetapi bukan Juruselamat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar