Kamis, 29 April 2010

Asseb-Khotbah 2 Korintus 4:13-18, Minggu 2 Mei 2010

Thema:
AKU PERCAYA, SEBAB ITU AKU BERKATA-KATA
(Adi enggo tek ngeranalah).
Introitus: Yeremia 20:9; Pembacaan: Mazmur 66:16-20
Khotbah: 2 Korintus 4:13-18
Pendahuluan
Jatuh cinta dalam hati putus dalam hati. Saya tidak tahu apakah ketika kita muda dahulu atau permata (pemuda/i) yang hadir saat ini pernah mengalami hal tersebut. Ketika melihat lawan jenisnya yang cakep ia merasa tertarik dan sangat tertarik, ia jatuh cinta dan cinta banget. Sampai dirumah atau tempat kosan selalu terbayang dan terbayang. Persis seperti lagu Mia ahmad Dani atau Riki Ricardo. Dimanapun ada kamu. Didompetku ada kamu, di gulingku ada kamu. Ketika aku baca buku nampak gambarmu, dst. Inilah gejala jatuh cinta. Namun karena tidak pernah dikemukakan, atau tidak berani mengatakannya, akhirnya lama kelamaan ia terpaksa memutuskannya/putus dalam hati. Ungkapan ini mengingatkan, pada satu sisi agar orang muda/permata bila merasa suka terhadap lawan jenisnya nyatakanlah. Cari waktu yang tepat tetapi jangan berlama-lama sebab bisa-bisa diahului orang. Jangan menyerah sebelum berusaha. Nyatakanlah ketertarikan anda, nyatakalah bahwa anda suka dan serius kepadanya, lalu sebagi orang percaya serahkan kepada Tuhan. Kalau pernyataan cinta disambut puji Tuhan, namun jikalau pun tidak katakanlah haleluya. Sebab Tuhan pasti telah menyiapkan jodoh yang terbaik bagi anda. Demikian juga mengenai percaya kepada Tuhan. Banar Tuhan mengetahui isi hati, namun kepercayaan tersebut harus dibuktikan dengan berkata-kata, dengan menceritakan atau menyaksikan Tuhan yang kita percayai tersebut. Anda tidak dapat mengatakan “aku percaya” tetapi tidak mengeluarkan pernyataan tentang apa yang anda percayai. Atau dengan kata lain, Iman yang sungguh dinyatakan dalam hal berkata-kata atau bersaksi.

Pendalama Nas
Kalau kita baca 2 Korintus 4 secara keseluruhan memperlihatkan semangat paulus yang tidak pernah padam dalam memperkatakan Firman Tuhan atau bersaksi tentang Yesus Kristus yang adalah Tuhan dan Juruslamat. Tersirat ada dua hal yang sering membuat saksi Tuhan tidak dapat melakukan tugas panggilannya dengan baik. Pertama, keinginan untuk memperoleh pujian (popularitas), keuntungan duniawi dari pekerjaan sebagai pemberita Injil. Mungkin awalnya tidak demikian, motivasinya sungguh-sungguh murni, namun karena “keadaan” akhirnya terkontaminasi. Hal inilah yang disoroti Paulus dalam ayat 2. Orang yang demikian akan menyembunyikan kebenaran Tuhan agar tidak menyinggung perasaan “jemaat yang kaya atau jemaat yang berpengaruh” sehingga mereka tetap sebagai donatur/penyandang dana dalam melakukan pelayanan. Paulus mengatakan bahwa hal ini perbuatan yang licik, yang memalsukan Firman Tuhan (menerapkan secara salah) demi popularitas, demi keuntungan duniawi[1]. Hal ini memang sangat relatif. Bisa saja orang salah menduga. Sebagaimana juga pernah dituduhkan kepada Paulus[2]. Namun, agar kita tidak terjebak kepada saling menghakimi baiklah kita berpedoman kepada Firman Tuhan yang dikatakan Yesus bahwa “dari buahnya kita akan mengenal mereka”[3]. Kedua, penganiayaan. Penganiayaan dapat membuat tawar hati. Dapat membuat orang menarik diri memperkatakan Firman Tuhan atau melakukan pelayanan dengan sungguh-sungguh. Tetapi Paulus tidak demikian. Paulus melayani Tuhan dengan setia, dengan penuh semangat sampai akhir hidupnya. Mengapa bisa demikian? Pertama, karena Paulus memiliki pemahaman yang benar tentang Kristus. Kedua, Paulus memiliki roh iman yang sama dengan Daud[4]. Dan kedua hal ini saling berhubungan dan saling menyempurnakan seseorang untuk tetap setia seperti Paulus. Pemahaman yang benar tanpa disemangati oleh roh iman tidak akan mendorong seseorang untuk menjadi saksi yang setia, demikian juga roh iman yang dimiliki tanpa pemahaman yang benar tidak akan dapat bertahan lama. Dan hal ini benar. Ada orang yang baru bertobat mempunyai kesaksian luar biasa, sehingga banyak orang yang tertarik. Ia pergi kesana kemari untuk bersaksi. Banyak orang yang dikuatkan oleh kesaksiannya, bahkan bertobat. Tetapi tidak lama kemudian ia menjadi redup, bahkan “motivasinya” kemudian diragukan atau tidak jelas. Paulus tidak demikian. Paulus memiliki keduanya. Pemahamannya tentang Yesus Kristus sangat dalam. Perhatikanlah ayat 14. Dalam ayat ini Paulus memahami bahwa orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus akan mendapat bagian dalam kebangkitan yang mulia itu[5]. Pengharapan akan kebangkitan itulah yang menguatkan Paulus dan teman-temannya untuk tetap setia memberitakan Injil walaupun mereka sedang menghadapi berbagai penderitaan karena Kristus.

Dalam ayat 15, kita juga menemukan sesuatu yang sangat berbeda dengan pemahaman umum, bahwa kekuatan kesaksian tidak selalu melalui demonstrasi mujizat seperti kesembuhan, pengusiran setan di dalam nama Yesus Kristus, tetapi juga melalui kesaksian hidup yang tetap setia walaupun mengalami penderitaan, seperti apa yang kemukakan Paulus dalam ayat 8-11. “Sebab itu”, kata Paulus dalam ayat 16, kami tidak tawar hati. Alasan tidak tawar hati kembali diulangi bahkan diperjelas dalam ayat 16-18. Pertama, walupun keadaan mereka secara jasmaniah menjadi lelah dan lemah karena penderitaan dan pekerjaan mereka, namun keadaan batin mereka, yaitu jiwa dan roh mereka dibaharui oleh Tuhan hari lepas hari. Kedua, bahwa penderitaan yang dialami tersebut ringan dan hanya seketika lamanya, lagi pula kesukaran itu mendatangkan kemuliaan yang kekal[6]. Ketiga, orientasi hidup mereka bukan lagi hal duniawi, tetapi hal sorgawi. Benar selagi hidup di dunia ini hal-hal duniawi juga penting, tetapi bagi orang percaya itu bukan hal yang terpenting (primer), sebab semuanya yang kelihatan (duniawi) hanya sementara, tidak kekal, tetapi yang tidak kelihatan (surga) adalah kekal.

Pointer Aplikasi
(1) Tahun-tahun 70-80-an di GBKP masih jarang sekali orang yang mau masuk sekolah pendeta. Kalaupun ada anak jemaat yang mau biasanya dianggap bodoh. Terlebih apa bila anak mereka mempunyai prestasi di sekolah. Mengapa? Karena dianggap menjadi pendeta tidak punya masadepan yang baik. Saya masih ingat benar, awal tahun 1985 ketika pertama kali saya sampaikan kepada orang tua bahwa saya mau jadi pendeta. Orang tua sepontan menanggapi dengan marah bahwa saya bodoh dan gila terlebih pada waktu itu tidak lama lagi saya akan tamat Sekolah Pertanian Memengah Atas (SPMA). Pada waktu itu tamatan SPMA tidak sulit mendapat pekerjaan. Demikian juga kehidupan Paulus. Menurut pikiran dunia, pastilah kehidupan Paulus dianggap sia-sia. Mereka menyanyangkan seorang yang terpelajar, seorang Farisi, pemimpin orang-orang Yahudi dan Anggota Mahkamah Agung meninggalkan semuanya itu untuk mengikut seorang yang menurut mereka hina yang mati di salib dan akhirnya ia sendiri mati syahid karena-Nya. Namun pikiran Paulus berbeda dengan pemikiran duniawi. Yang mulia dan indah bagi Paulus berlawanan dengan yang indah dan mulia bagi dunia ini (ayat 18). Bagaimana dengan kita?

(2) Apakah kita seorang yang beriman? Jawaban kita akan diuji melalui: Pertama, semangat kita dalam menyaksikan perbuatan Tuhan Yesus dalam hidup kita, baik melalui perkataan maupun sikap hidup kita. Pemazmur dalam pembacaan kita (Mazmur 66:16-20) adalah orang yang beriman, ia sangat proaktif untuk menceritakan apa yang telah dilakukan Tuhan dalam hidupnya. Demikian juga yang terjadi pada Yeremia (Yeremia 20:9), ia tidak bisa berhenti berkata-kata tentang kebenaran Firman Tuhan. Kedua, orientasi hidup kita. Kita memusatkan pikiran kita kepada sasaran apa. Kepada yang kelihatan atau yang tidak kelihatan? Kepada kemegahan, kekayaan, kesenangan dan kemasyuran dunia ini atau ke surga, tempat kebahagiaan yang kekal?
Pondok Gede, 29 April 2010
Pdt.S.Brahmana

------------------------------
[1] Bd.2 Korintus 2:17
[2] Bd.2 Korintus 12:16-18
[3] Matius 7:16-20; Matius 12: 33.
[4] Ungkapan “Aku percaya, sebab itu aku berkata-kata”, dikutip Paulus dalam Mazmur 116:10
[5] Bd. 1 Korintus 15:51-54; 1 Tesalonika 4:14-17
[6] Bd. Yakobus 1:2, 12; Roma 8:18

Tidak ada komentar:

Posting Komentar